orthochristian.com
PENDAHULUAN
Kisah yang diceritakan dalam kejadian
6:1-8 merupakan kisah yang sangat
menarik untuk diselidiki. Sebab kisah
itu menceritakan tentang puncak kejahatan manusia pada waktu itu. Dan hal itu menyebabkan Allah murka. Walaupun begitu, kisah dalam Kejadian 6:1-8
juga sering menjadi perdebatan diantara
para teolog. Perdebaan itu terkait
dengan :
1.
Kritik teks.
Hal
ini terkait dengan pertanyaan : Apakah yang diceritakan dalam kisah tersebut
adalah benar-benar peristiwa yang terjadi ataukah itu hanya peristiwa rekaan
yang ditulis oleh penulis Kitab Kejadian. Perdebatan ini dilatar belakangi
karena kisah dalam Kejadian 6:1-8 itu sepertinya bukan peristiwa
histories. Memang kalau kita perhatikan
perikop tersebut, ada beberapa peristiwa
yang cukup sulit dimengerti. Misalnya:
Bagaimana mungkin anak-anak Allah dalam kisah tersebut mengambil anak-anak
perempuan manusia sebagai istrinya.1 Apa arti anak-anak Allah dalam bagian
tersebut. Dimengerti secara literalkah
atau dimengerti secara kiasan.
Ada beberapa tokoh yang menjelaskan
bahwa untuk mengerti kisah dalam Kejadian 6:1-8 harus dikaitkan dengan
peristiwa berikutnya yaitu peristiwa tentang air bah. Sebenarnya kisah dalam kejadian 6:1-8
merupakan sebab munculnya penghukuman melalui air bah dalam Kejadian 6:9 –
8:22. Menurut tokoh tersebut kisah air
bah itu merupakan kisah Mesopotamia kuno.
Itu hanya mitos belaka.2 Oleh karena itu kisah dalam Kejadian 6:1-8
bukan kisah yang benar-benar terjadi.
2.
Istilah – istilah
Dalam Kejadian 6:1-8 ada beberapa istilah yang
sulit dimengerti. Salah satunya istilah
‘anak-anak Allah’. Bagaimana mengerti
istilah tersebut. Selain itu ada istilah
Allah ‘menyesal’. Menurut penulis,
sebenarnya istilah-istilah itu dapat di mengerti. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskannya dalam eksposisi
dibawah ini.
EKSPOSISI
KITAB KEJADIAN
6:1-8
I.
OBSERVASI KONTEKS
1.
Latar Belakang Historis.
Latar
belakang histories Kejadian 6:1-8 yaitu bertambah banyaknya manusia di muka
bumi menyebabkan manusia mulai menuruti keinginan sendiri dan cenderung melawan
perintah Tuhan.3 Memang sebenarnya, hal itu sudah terjadi
sejak kejatuhan manusia dalam dosa. Dimana setelah manusia jatuh dalam
dosa kecenderungan hatinya selalu ingin
berbuat dosa. Dyrness mengatakan dosa sudah merasuk kedalam diri manusia,
dimana dosa sudah menguasai manusia.
Sehingga dosa melahirkan perbuatan-perbuatan dosa dalam hidup manusia.4
Dan itu terbukti dalam Kejadian pasal 4 yang menjelaskan tentang peristiwa Kain membunuh Habel. Kain yang melihat persembahan Habel adiknya
di terima oleh Tuhan menyebabkan hatinya panas dan mukanya muram (Kej.
4:5). Kemudian Kain membunuh Habel
dengan memukulnya sampai mati.5 Setelah peristiwa Kain membunuh Habel itu
ternyata dosa begitu mencengkeram manusia.
Dan salah satu puncak keberdosaan keturunan Adam terjadi pada Kejadian
6:1-8. Dimana dalam nast itu dijelaskan
tentang kehidupan manusia yang sangat jahat dihadapan Tuhan. Hal itu nyata dari pernyataan Tuhan dalam
ayat 5 yang menjelaskan bahwa kejahatan
manusia di bumi sangat besar dan segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata. Kenyataan itu
membuat Allah menyesal telah menciptakan
manusia.
2.
Pembagian Teks.
Kejadian
6:1-8 ini dapat dibagi dalam dua bagian
yang penting yaitu :
a.
Kejahatan manusia (Ay. 1-2).
·
Jumlah manusia bertambah banyak (Ay. 1).
·
Manusia menuruti keinginan sendiri (Ay. 2)
b.
Respon Allah atas kejahatan manusia (Ay. 3-8).
·
Roh Allah tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam
manusia (Ay. 3).
·
Allah menyesal telah menjadikan manusia (Ay. 5-6).
·
Nuh mendapat kasih karunia di mata Allah (Ay. 8).
3.
Hubungan konteks.
Kejadia 6:1-8 sangat terkait
dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Dimana dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 5 dijelaskan tentang silsilah
keturunan Adam. Dalam pasal itu
dijelaskan adanya hubungan antara Adam dan Nuh6
dimana Nuh merupakan keturunan dari Adam.
Dan dalam pasal 4 dijelaskan tentang akibat dosa yang menguasai
keturunan Adam. Dimana Kain anak Adam,
akibat dikuasai dosa hidup tidak berkenan dihadapan Allah. Kain tidak taat pada Allah, ia membunuh Habel
adiknya sebab persembahan Habel diterima oleh Tuhan sedang persembahannya tidak
diterima oleh Tuhan. Kain iri hati. Dalam perkembangannya dosa sungguh menguasai
keturunan Adam, sampai zaman Nuh.
Kejadian 6:1-8 juga terkait
dengan ayat-ayat sesudahnya. Kejadian
6:1-8 berisi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang pada zaman Nuh, dimana
mereka hidup menurut keinginan sendiri dan tidak mau menaati perintah Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan akhirnya murka. Menghukum mereka semua dengan air bah
(Kejadian 6:9 – 8:22). Walaupun
demikian, kasih Allah tetap nyata dalam diri manusia yang diciptakannya. Terbukti
Tuhan masih menyisakan Nuh.
Dimana Nuh mendapat kasih karunia dihadapan Tuhan sehingga Nuh tidak
turut dihukum.
II. HASIL EKSPOSISI
1.
Kejahatan manusia (Ay. 1-2).
Ayat 1 - 2 menjelaskan : “Ketika
manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka
lahir anak-anak perempuan, maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak
perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara
perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.”
Ayat-ayat
diatas menjelaskan tentang kondisi manusia dimuka bumi, dimana manusia mulai
bertambah banyak jumlahnya. Hal ini
sesuai dengan perintah Tuhan dalam Kejadian 1:28 yang menjelaskan : “Beranak
cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi…”
Allah menginginkan manusia beranak cucu dan bertambah banyak, supaya
manusia bisa bersekutu dan bergaul erat denganNya7.
Frase
‘anak-anak Allah’ dalam ayat diatas
banyak menimbulkan perdebatan. Para ahli memiliki banyak perbedaan pendapat
untuk mengartikan frase itu. Wolf
menjelaskan ada tiga bentuk penafsiran tentang anak-anak Allah.8
a.
Penafsiran bahwa anak-anak Allah adalah malaikat.
Ada beberapa alasan yang
dijadikan dasar untuk menafsirkan bahwa anak-anak Allah itu adalah
malaikat. Diantaranya yaitu : pertama, kitab Enokh.
Dalam kitab Enokh, sebuah karya psedepigrafa yang ditulis pada abad-abad
menjelang kelahiran Yesus mengidentifikasikan bahwa anak-anak Allah itu sebagai
malaikat yang sudah jatuh, yang birahi melihat perempuan-perempuan cantik lalu
tinggal bersama mereka sebagai suami istri.9 Kedua, kitab Perjanjian Lama. Wolf mengatakan :
Ungkapan
bene elohim (anak-anak
Allah) secara khusus mengacu kepada
malaikat di Perjanjian Lama, … dalam Kitab Ayub (1:6; 2:1; 38:7)… Iblis datang
bersama-sama dengan “anak-anak Allah” untuk melaporkan perihal Ayub, jadi
hubungan dengan malaikat-malaikat yang sudah jatuh itu jelas kelihatan-
“anak-anak Allah” berarti makhluk-makhluk adikodrati”.10
Beberapa ayat yang disebutkan Wolf diatas
dijadikan dasar untuk menafsirkan bahwa anak-anak Allah itu adalah
malaikat. Ketiga, kitab Perjanjian
Baru. Dalam kitab Yudas 6-7 dijelaskan “
Sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang
sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah
menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.” Terkait dengan ayat itu Park menjelaskan
menurut teori mereka11 arti ayat ini adalah penduduk kota itu
melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar seperti
malaikat-malaikat.12 Sikap malaikat itulah yang dijadikan dasar
untuk menafsir bahwa anak-anak Allah itu menunjuk pada malaikat.
b. Penafsiran bahwa anak-anak Allah adalah
keturunan Raja.
Ada beberapa alasan yang
dijadikan dasar untuk penafsiran ini yaitu pertama, dari pemakaian kata elohim
(Allah atau allah-allah) dalam pengertian terbatas dari kata “hakim” dalam
Keluaran 21:6; 22:8-9 dan Mazmur
82:6. Bila diartikan dengan cara ini,
maka anak-anak para hakim dapat menunjuk kepada suksesi raja-raja. Kedua, orang dapat menunjuk kepada
contoh-contoh dalam kepustakaan lain di Timur Dekat, dimana para raja ditunjuk
sebagai anak-anak dewa sebab ia terpilih sebagai raja. Di dalam PL Salomo disebut anak Allah sebab
ia menggantikan Daud sebagai raja (II Sam. 7:14). Ketiga, teori raja dari keturunan raja ini
datang dari daftar Raja Sumer, yang memberi tahu bahwa, sebelum air bah,
jabatan raja diturunkan dari langit.13 Dari penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa
anak-anak Allah dapat ditafsirkan sebagai anak-anak raja.
c. Penafsiran bahwa anak-anak Allah adalah orang
saleh keturunan Set.
Pandangan ini banyak disukai
oleh kebanyakan orang Injili. Dimana
ungkapan anak-anak Allah itu menunjuk pada keturunan Set. Wolf mengatakan : frase anak-anak Allah dalam
kej. 6:2 ini mengacu kepada garis keturunan yang saleh yaitu keturunan Set.14
Pendapat ini didukung oleh Baker yang mengatakan anak-anak Allah dalam
Kejadian 6:1 itu menunjuk pada garis keturunan Set. Hal itu sesuai dengan kronologis isi dari
kitab Kejadian. Dimana Kejadian 3
menguraikan tentang kejatuhan manusia dalam dosa. Kejadian 4 menguraikan tentang Kain dan
segala keturunannya –anak-anak manusia.
Kejadian 5 menguraikan tentang Set dan segala keturunanya – anak-anak
Allah.15
Dari ketiga penafsiran diatas,
penafsiran pertama yang menafsirkan anak-anak Allah adalah malaikat banyak
ditentang sebab malaikat adalah makhluk gaib, yang tidak mempunyai tubuh
sehingga tidak dapat kawin dengan manusia.16
Sedang penafsiran kedua yang menafsirkan anak-anak Allah adalah raja ini
sebenarnya kekurangan bukti. Wolf
mengatakan “Mengapa ‘anak-anak Allah tidak disebut saja ‘raja’ atau’penguasa’
jika itu memang yang dimaksudkan si penulis.”17 Sedangkan tafsiran yang ketiga yang
menafsirkan anak-anak Allah adalah keturunan Set memang lebih masuk akal. Dan itu sesuai dengan kontek kitab Kejadian. Walaupun begitu tafsiran ketiga ini memiliki
kelemahan. Wolf mengatakan kalau
keturunan Set itu adalah orang-orang saleh yang tidak berbuat jahat, apakah itu
benar ? Tidak adakah keturunan Set yang
jahat ?18
Oleh karena itu ‘anak-anak Allah’ itu sebenarnya menunjuk pada
orang-orang percaya yang takut akan Allah (Mzm. 73:15; Ul. 32:5; Hos. 1:10).19
Frase
‘anak-anak perempuan’ ini juga ditafsirkan dalam beberapa tafsiran yaitu :
a.
Anak-anak perempuan ditafsirkan sebagai anak-anak manusia
pada umumnya. Kline mengatakan bahwa
anak-anak perempuan yang dijelaskan dalam Kejadian 6:1 itu sebenarnya menunjuk
pada anak-anak manusia secara umum.20 Dimana dalam kontek waktu itu yaitu zaman Nuh
banyak perempuan-perempuan yang melahirkan anak-anaknya. Dan anak-anak yang dilahirkannya itu
cantik-cantik. Oleh karena itu anak-anak
Allah tertarik kepada anak-anak perempuan yang cantik-cantik itu. Park menambahkan pendapat itu dengan
mengatakan anak-anak perempuan manusia adalah anak-anak perempuan orang-orang
pada waktu itu yaitu anak-anak perempuan orang yang tidak percaya, yang tidak
kudus pada waktu itu.21
b.
Anak-anak perempuan ditafsirkan sebagai anak-anak
Kain. Memang dalam Kejadian 6: 1
dijelaskan tentang perkembangan manusia secara umum, namun terkait dengan
anak-anak perempuan manusia dalam ayat 2, beberapa penafsir menafsirkan bahwa
itu secara spesifik menunjuk pada keturunan Kain yaitu keturunan orang yang
tidak percaya.22 Pendapat ini dilatar belakangi karena adanya
presaposisi bahwa anak-anak Allah itu menunjuk pada garis keturunan Set
(orang-orang saleh) sedang anak-anak perempuan itu menunjuk pada garis
keturunan Kain (orang-orang yang tidak saleh).
Pendapat ini dijelaskan oleh Baker yang menjelaskan bahwa peristiwa
dalam Kejadian 6:1-8 merupakan percampuran antara dua garis keturunan yaitu
garis keturunan Set (orang-orang saleh) dan garis keturunan Kain (orang-orang
yang tidak saleh).
Memang kedua tafsiran diatas masih
menjadi perdebatan dikalangan teolog pada masa kini. Namun secara umum anak-anak perempuan manusia
dapat ditafsirkan sebagai anak-anak perempuan orang yang tidak percaya sebab melalui perkawinan itu menyebabkan
Allah murka pada manusia.
Frase
‘ mereka mengambil istri’ artinya
menjadikan isteri. Saat anak-anak Allah
melihat bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik maka diambilnyalah
mereka dan dijadikan istri. Park
menjelaskan mengambil istri artinya anak-anak perempaun itu dijadikan istri,
hidup bersama sampai kekal, tidak berarti hanya melakukan percabulan satu kali.23
Jadi saat mereka mengambil istri anak-anak perempuan manusia maka mereka
hidup dengan perempuan-perempuan itu dan memiliki keturunan melalui perkawinan
mereka. Jelas itu tidak menyenangkan
hati Tuhan sebab hal itu merupakan perkawinan campuran, perkawinan antara kaum
beriman dengan kaum tak beriman sehingga kaum beriman menjadi jauh dengan Tuhan
dan hidup dalam dosa.24 Hal ini terjadi karena anak-anak Allah waktu
itu selalu menuruti keinginannya sendiri.
Frase ‘ siapa saja yang disukai mereka’ menunjukkan bahwa mereka sepertinya
bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan hatinya. Mereka lebih mengutamakan keinginan napsunya
dari pada taat akan Allah. Oleh karena
itu Allah murka dan menyesal telah menciptakan mereka.
2. Respon
Allah atas kejahatan manusia (Ay. 3-8).
Ayat 3
menjelaskan Berfirmanlah Tuhan : “Roh-Ku
tidak akan selama-lamanya tinggal didalam manusia, karena manusia itu adalah
daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.”
Ayat
ini sepertinya tidak ada kaitannya dengan ayat 1-2. Namun kalau kita perhatikan lebih jauh, ayat
3 ini berbicara tentang karya Allah dalam diri manusia dan itu terkait dengan
ayat 1-2. Frase ‘Roh-Ku tidak akan
selama-lamanya tinggal didalam manusia’ ini berarti bahwa pekerjaan Allah yang
memberi hidup kepada manusia akan meninggalkannya.25 Memang
kalau kita perhatikan kehidupan manusia sejak zaman Adam, Roh Allah memang
tinggal didalam diri orang-rang pilihan Allah.
Hal itu dilakukan Allah supaya Allah dapat bersekutu dengan umatNya. Dan waktu itu umur manusia sangat
panjang-panjang.26 Namun frase ‘ tidak akan selama-lamanya
tinggal’ mengindikasikan bahwa Allah akan meninggalkan manusia jika manusia
berbuat dosa. Kata ‘tinggal’ dalam RSV
diterjemahkan abide artinya ‘tinggal’, dalam NIV diterjemahkan contend
with artinya ‘berjuang, menghadapi’ dan dalam KJV/NASB diterjemahkan strive
with artinya ‘berjuang berusaha keras’.
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak akan bekerja dalam diri manusia
(menegur, mengekang dari dosa) untuk selama-lamanya. Park menjelaskan Allah memang akan
meninggalkan manusia dan manusia akan menghadapi hukuman akan dosanya. Hal ini akan nyata saat semua manusia di atas
bumi binasa oleh air bah.27
Frase
‘ karena manusia itu adalah daging’ ini
dapat diterjemahkan ‘mereka menjadi daging dalam hal berdosa’. ‘Daging’ berarti kebusukan manusia.28
Dimana manusia lebih hidup menurut keinginannya sendiri (dagingnya) dari
pada taat pada Tuhan. Keinginan daging
manusia itu telah menjerumuskan manusia kedalam dosa sebab keinginan daging berlawanan
dengan keinginan Roh.
Ayat 5-6
menjelaskan : Ketika dilihat Tuhan,
bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah
menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya.
Ayat
5-6 ini menjelaskan tentang respon Allah terhadap kehidupan manusia pada saat
itu. Dimana Tuhan melihat bahwa
kejahatan manusia besar di bumi dan segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata. Kata
penting dalam ayat 5 yaitu kata ‘hati’.
Hati adalah pusat aktifitas pikiran manusia. Jadi, yang rusak adalah sumbernya. Kalau hati yang merupakan sumber itu rusak,
maka seluruh kehidupan menjadi rusak.
Bandingkan dengan Markus 7:20-23 yang berbunyi: “Apa yang keluar dari
seseorang, itulah yang menajiskan, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul
segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan,
keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa napsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan
menajiskan orang.” Dalam ayat 5 ada 3
kata yang menjadi penekanan yaitu kata ‘segala’ (bukan hanya sebagaian), kata
‘selalu’ (bukan hanya kadang-kadang) dan kata ‘semata-mata’. Hal ini menjelaskan bahwa manusia berdosa
hanya bisa berbuat dosa, dosa dan dosa.
Manusia itu tidak bisa berbuat baik barang sedikitpun dan ini sangat
kontras dengan kata-kata ‘sungguh amat baik’ dalam Kejadian 1:31.29
Frase ‘ maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia
telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya’, ini juga
merupakan respon Tuhan atas kejahatan manusia.
Kata ‘menyesal’ ini menarik. Barth menjelaskan
Ucapan
Perjanjian Lama tentang “penyesalan” ilahi ini haruslah dihindarkan dari salah
paham ! Allah tidak menyesal sebagaimana kita
menyesal, karena ternyata pekerjaan kita salah atau kurang sempurna. Memang, dalam Yer. 18:1-12 Allah diumpamakan
sebagai tukang periuk yang sedang bekerja dengan pelarikan “apabila rusak benda
yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, maka dikerjakannyalah
itu kembali menjadi benda lain menurut apa yang baik pada pemandangan tukang
periuk itu”. Kesalahan yang bagaimana
kecilnyapun sudah dapat menyebabkan rusaknya benda itu di tangan tukang itu
! Namun perumpamaan ini sekali-kali
tidak mengandaikan kepandaian tukang itu sebagai pokoknya. Seperti tukang itu, maka Sang Khalikpun
berhak dan berdaulat untuk merubah kebijaksanaanNya terhadap maklhuk buatan
tanganNya itu. Bukannya kegagalan Sang
Khalik, tetapi kegagalam maklhuk itulah yang menyebabkan rusaknya benda itu.30
Dari penjelasan itu nyata bahwa
penyesalan Allah tidak sama dengan penyesalan yang sering manusia alami.
Budiasali menjelaskan:
Anthropopathy
(= bahasa yang menggambarkan Allah dengan parasaan-perasaan manusia ).
Kitab Suci
sering menggunakan bahasa Anthropomorphism (= bahasa yang menggambarkan Allah
seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (= bahasa yang menggambarkan
Allah dengan parasaan-perasaan manusia).
Kalau kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh
diartikan betul-betul demikian. Misalnya
kalau dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yes. 59:1)… Ini tentu
tidak berarti Allah betul-betul
mempunyai tangan. Demikian juga pada
waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy, kita tidak boleh mengartikan bahwa
Allahnya betul-betul seperti itu. …
Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal,
maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan hati Allah.31
Pendapat itu didukung Herlise Y. Sagala yang menjelaskan bahwa
penyesalan itu artinya sama dengan kata ‘kesakitan’ yang akan dialami oleh Hawa
saat melahirkan (Kej. 3:16). Juga ‘jerih
lelah’ di saat mengusahakan bumi (Kej. 3:17).32
Jadi Allah menyesal artinya Allah merasa sakit hatinya melihat
perbuatan-perbuatan manusia yang jahat dimataNya. Perbuatan-perbuatan manusia yang jahat dan
bobrok itu sangat memilukan hatiNya (Ay.
6).33
Ayat 7-8
menjelaskan Berfirmanlah Tuhan : “Aku
akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik
manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara,
sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata
Tuhan.
Ayat
7 menjelaskan tentang rencana Allah sebagai bentuk penghukuman atas manusia
yang telah berbuat dosa. Frase ‘ Aku
akan menghapuskan’ ini artinya bahwa
Tuhan akan memusnahkan manusia dan binatang yang telah diciptakannya (kecuali
yang hidup di air). Ini sebagai bentuk
hukuman Allah atas manusia. Dan hal itu
nyata dengan adanya air bah yang melanda seluruh dunia (Kej. 7 dan 8). Walau begitu Allah tetap menyatakan kasihNya. Terbukti dengan curahan kasihNya yang
diberikan kepada Nuh. Dalam ayat 8 dijelaskan bahwa “Nuh mendapat kasih karunia
di mata Tuhan”. Nuh mendapat kasih
karunia karena imannya (Band. Ibrani
11:7). Park mengatakan pada zaman Nuh,
manusia hidup dalam kebobrokan, kejahatan. Namun Nuh tidak terseret
didalamnya. Nuh tetap menjaga imannya. Nuh hidup benar dan tidak bercela dihadapan
Allah (Kej. 6:9-10). Orang yang menjaga
imannya pasti akan memperoleh kasih karunia Allah yang istimewa (Kej. 6:8).34
III.
REFLEKSI
TEOLOGIS DAN SOSIOLOGIS
1.
Refleksi Teologis.
a.
Tuhan adalah Hakim yang Adil, yang akan menghukum setiap
manusia yang hidup tidak berkenan dihadapanNya.
b.
Tuhan itu sangat benci dosa sehingga Ia tidak membiarkan
manusia menurut keinginan sendiri dan tidak taat padaNya.
c.
Tuhan pernah
menyesal telah menciptakan manusia sebab manusia hidup jahat
dihadapanNya.
d.
Tuhan tidak membiarkan dosa berkembang dan menguasai
manusia.
e.
Walaupun Tuhan menghukum manusia yang hidup dalam dosa,
Tuhan tetap mencurahkan kasih karuniaNya kepada manusia yang tetap beriman
kepadanya.
f.
Allah mengasihi Nuh sebab Nuh hidup tidak bercela dan
hidup benar dihadapanNya.
g.
Allah sedih melihat manusia hidup dalam dosa.
h.
Penghukuman Allah itu pasti terjadi atas manusia berdosa.
2.
Refleksi Sosiologis.
a.
Kejahatan yang terjadi pada zaman Nuh, juga terjadi pada
zaman sekarang ini. Dimana banyak
orang-orang percaya yang menikah dengan orang-orang yang tidak percaya. Mereka tetap kawin campur walau hal itu
sangat dibenci Tuhan sebab bertentangan dengan FirmanNya.
b.
Sekarang ini banyak orang cenderung menuruti keinginannya
sendiri dan melawan perintah Tuhan.
Mereka hidup dalam hawa napsu percabulan, hidup dalam perzinahan. Ada jemaat-jemaat gereja yang poligami, ada yang mempunyai wanita idaman lain atau
pria idaman lain. Hal ini menyebabkan
banyak rumah tangga Kristen yang hancur dan akhirnya bercerai.
c.
Banyak orang Kristen yang tidak hidup seperti Nuh (tidak
bercela dan hidup benar dihadapan Allah).
Mereka hidup dalam daging, suka marah, menipu, berbohong, dan lain-lain.
Tidak pernah berdoa atau ibadah. Mereka
biasa disebut orang Kristen KTP (Kristen Tanpa Pertobatan), atau Kristen Natal
(hanya datang waktu Natal).
d.
Dari kisah itu orang percaya dituntut untuk hidup benar
dihadapanNya. Tidak menuruti hawa napsu
kedagingan tapi hidup menurut apa yang
difirmankan oleh Tuhan. Hidup dalam kasih,
suka berdoa, bersekutu dengan Allah dan membaca Firman Tuhan.
PENUTUP
Dosa memang bekerja secara luar
biasa dalam hidup manusia. Dimana kuasa
dosa sungguh mencengkeram manusia
sehingga manusia banyak yang hidup menurut hawa napsu dan keinginannya
sendiri. Hal itu terjadi secara nyata
pada zaman Nuh. Waktu itu orang-orang
hidup semaunya sendiri. Mereka tidak
taat pada Allah. Anak-anak Allah
melakukan perkawinan campur. Mereka
menikah dengan orang-orang yang tidak beriman.
Apa yang dilakukan manusia pada
zaman Nuh sungguh menyedihkan hati Tuhan.
Tuhan menyesal telah menciptakan mereka.
Sikap dan perbuatan mereka yang hidup dalam dosa sangat menyedihkan dan
memilukan hati Tuhan sehingga Tuhan murka pada mereka. Tuhan menghukum mereka atas segala kejahatan
yang telah mereka lakukan.
Namun Tuhan memberikan kasih karunia
kepada Nuh. Sebab Nuh hidup tidak
bercela dihadapan Allah. Nuh hidup benar
dihadapan Allah. Nuh tidak hidup seperti
orang-orang sezamannya. Nuh taat akan
semua perintah Tuhan. Dan itulah yang
menyenangkan hati Tuhan.
Kita sebagai orang percaya juga
harus hidup seperti Nuh. Walaupun dunia
saat ini dikuasai dosa. Banyak orang
hidup menurut keinginannya sendiri.
Hidup menurut hawa napsunya. Kita
orang percaya tidak boleh terseret didalamnya.
Kita harus tetap setia pada Allah dengan menjahui semua larangannya dan
melakukan semua perintahNya sehingga hidup kita menyenangkan hati Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bakker F. L. Sejarah
Kerajaan Allah I : Perjanjian Lama.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1982.
Barth C. Theologia
Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulis. 2006.
Baxter Sidlow. Menggali
Isi Alkitab I: Kejadian s/d Ester.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1981.
Budiasali. Tafsir
Kitab Kejadian. Diktat. 2009
Dyrness William. Tema-Tema
Dalam Teologi Perjanjian Lama.
Malang: Gandum Mas. 1992.
Kline Meredith. Tafsiran
Alkitab Masa Kini I: Kejadian-Ester.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih / OMF. 1998.
Lasor W.S. Pengantar
Perjanjian Lama I : Taurat dan Sejarah.
Jakart: BPK Gunung Mulia. 2002.
Park Yune Sun. Tafsiran
Kitab kejadian. Malang: Departemen Literatur YPPII. 2002.
Sagala Herlise Y. Eksposisi
Kitab Kejadian. Diktat. 2009.
Wolf Herbert. Pengenalan
Pentateukh. Malang: Gandum Mas. 1998.
0 komentar:
Post a Comment