orthochristian.com
BAB I
PENDAHULUAN
Kitab
Mazmur merupakan salah satu kitab dalam kitab Perjanjian Lama yang memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan orang Israel, sebab isinya sangat terkait
dengan kehidupan sehari-hari umat Israel baik waktu ibadah maupun hidup dalam
komunitasnya. Kitab ini banyak berisi
tentang ungkapan hati baik melalui doa maupun pujian.1 Kitab ini ditulis oleh lebih dari satu
penulis. Kebanyakan kitab Mazmur di
tulis oleh Daud, namun ada yang ditulis oleh Asaf, Bani Korah, Salomo, Heman,
Etan, Yedutun. Khusus Mazmur 90 ditulis
oleh Musa.2
Dari jenis sastranya, kitab Mazmur ini dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis yaitu Mazmur Pujian, Mazmur Doa (Keluhan), Mazmur Kerajaan,
Mazmur Hikmat dan Mazmur Syukur. Mazmur pasal 90 ini termasuk Mazmur Doa.3 Dimana dalam Mazmur ini dijelaskan tentang doa
Musa sebagai abdi Allah. Horton
menjelaskan Mazmur 90 ini menjelaskan tentang realitas sifat kehidupan manusia.
Dibagian awal berisi doa Musa, kemudian Musa menjelaskan tentang kenyataan
hidup manusia, dimana kehidupan manusia itu penuh dengan dosa, kesukaran dan
sangat singkat. Walaupun begitu, Musa
juga menyadarkan manusia akan Allah yang Agung dan Mulia serta Maha Kuasa. Dan Musa rindu supaya Allah menyatakan belas
kasihanNya kepada manusia.4 Dibawah ini akan dibahas lebih lanjut Mazmur
pasal 90.
BAB
II
OBSERVASI KONTEKS
1. Latar Belakang Historis.
Konteks historis Mazmur 90
ini tidak mudah ditemukan. Karena memang
data-data yang ada tidak begitu jelas.
Walaupun begitu, kalau dilihat dari isi Mazmur, ada indikasi bahwa waktu
Musa menulis Mazmur ini, bangsa Israel sepertinya sudah kenyang dengan
penderitaan sampai-sampai mereka tidak dapat tahan menanggungnya lebih lama
lagi.5
Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa Mazmur 90 ini ditulis oleh Musa
pada bulan-bulan akhir dari pengembaraan yang 38 tahun lamanya di padang gurun,
ketika angkatan dewasa yang meninggalkan Mesir sudah pada mulai lenyap (Lih.
Bil. 14:21-23), dan kesadaran akan kefanaan Israel diperkuat pula dengan
penghukuman atas kedegilan ketidak-percayaan mereka memberikan suatu titik
tolak yang cocok bagi isi Mazmur ini.6 Jadi secara historis, Mazmur ini ditulis
oleh Musa saat bangsa Israel mau masuk ke tanah Kanaan, dimana bangsa Israel
sudah melalui berbagai macam kesulitan selama di perjalanan menuju Kanaan.
2. Pembagian Teks.
Mazmur 90
ini terbentuk dari unsur-unsur sebagai berikut :
·
Pernyataan kepercayaan dalam bentuk doa (Ay. 1 – 2 ).
·
Renungan tentang kefanaan manusia dalam bentuk doa ( Ay. 3
– 6 ).
·
Renungan tentang keadaan berdosa manusia dalam bentuk doa
( Ay. 7 – 11 ).
·
Permohonan ( Ay. 12
– 17 ).
Subjek bait
pertama (Ay. 1-2) ialah Tuhan. Ay. 1 dan
2c berbentuk Khiastik. Pernyataan
kepercayaannya mengandung nada madah. Subjek bait kedua (Ay. 3-6) juga ialah
Tuhan, tetapi nadanya berbeda dengan bait pertama. Nada bait ketiga (Ay. 7-11) sama dengan bait
kedua tetapi subjeknya sudah berbeda (“kami”).
Ay. 7 dan 11 membingkai bait ini melalui kata-kata “murka-amarah” (Ay.
7) dan “murka-gemas” (Ay. 11). Bait
keempat (Ay. 12-17) berbentuk permohonan.
Ay. 13-16 merupakan satu kesatuan (dibuka dan ditutup dengan
“hamba-hambaMu”) sehingga ay. 12 dan 17 dapat disebut “bingkainya”. 7
Gagasan waktu
mengikat bagian-bagian Mazmur ini menjadi satu kesatuan yang kuat. Kata-kata yang menunjukkan pada waktu ialah
turun-temurun, sebelum, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (Ay. 1-2),
seribu tahun, hari kemarin, giliran jaga di waktu malam, pagi, petag (Ay. 3-6),
segala hari, berlalu, tahun-tahun, tujuh puluh-delapan puluh tahun, cepat (Ay.
7-11), hari-hari, berapa lama lagi, di
waktu pagi, semasa hari-hari, tahun-tahun (Ay. 12-17). Pertentangan gagasan waktu yang paling
mencolok ialah antara bait pertama dan kedua.8
BAB III
EKSEGESE
TEKS
1. Teks Mazmur 90
1 Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat
perteduhan kami turun temurun.
2 Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi
dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkau
Allah.
3 Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan
berkata: “Kembalilah, hai anak-anak manusia !”.
4 Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti
hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.
5 Engkau menghayutkan manusia; mereka seperti
mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, ( 6 ) di waktu pagi berkembang dan
bertumbuh, diwaktu petang lingsut dan layu.
7 Sungguh, kami habis lenyap karena murkaMu,
dan karena kehangatan amarahMu kami terkejut.
8 Engkau menaruh kesalahan kami dihadapanMu,
dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajahMu.
9 Sungguh, segala hari kami berlalu karena
gemasMu, kami menghabiskan tahun-tahun kami seperti keluh.
10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami
kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan,
sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
11 Siapakah yang mengenal kekuatan murkaMu dan
takut kepada gemasMu ?
12 Ajarlah
kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang
bijaksana.
13 Kembalilah, ya Tuhan – berapa lama lagi ?
- dan sayangilah hamba-hambaMu !
14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih
setiaMu, supaya kami bersorak-sorai dan
bersukacita semasa hari-hari kami.
15 Buatlah kami bersukacita seimbang dengan
hari-hari Engkau menindas kami. Seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami
celaka.
16 Biarlah kelihatan kepada hamba-hambaMu
perbuatanMu dan semarakMu kepada anak-anak mereka.
17 Kiranya
kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami,
ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.
2. Eksegese Teks
Mamzur
90 diawali dengan judul : Doa Musa, abdi Allah. Hal ini menegaskan bahwa Mazmur
90 ini merupakan ungkapan isi hati Musa yang ditujukan kepada Allah. Memang kalau diperhatikan dalam kitab Mazmur
hanya Mazmur 90 yang merupakan doa Musa.
a.
Pernyataan Kepercayaan dalam Bentuk Doa (Ay. 1-2).
Dalam doa ayat
ini Musa menjelaskan tentang pengakuan imannya kepada Allah yang dinyatakan
dalam doanya. Dimana Musa mengakui bahwa
Allah tempat perteduhannya (Ay. 1).
Selain itu Musa juga mengakui akan kekekalan Allah (Ay. 2).
Kata “Tuhan” dari bahasa Ibrani Adonai. Kata
itu diturunkan dari kata dun (din)
atau adan yang artinya ‘memerintah’.
Pada zaman itu, kata Adonai
biasanya dipakai untuk menyebut raja-raja. Dimana Adonai adalah penguasa dan
rakyat itu adalah para hambanya. Namun
sesudah masa pembuangan kata itu dipakai dalam ibadah bangsa Israel untuk
menggantikan kata Yahweh9. Jadi penggunaan kata Adonai dalam
Mazmur ini untuk menunjukkan bahwa Allah adalah penguasa atas manusia dan
manusia adalah hamba-hambaNya. Pemakaian
kata Adonai juga menunjukkan akan otoritas Allah sebagai Allah, tempat
manusia datang untuk berharap dan bergantung padaNya.
Kata
“perteduhan” dari bahasa Ibrani ma’on
yang artinya ‘pertolongan, perlindungan, perteduhan.’ Kata ini mejelaskan tentang pengakuan Musa
akan pribadi Allah. Dimana Allah adalah
tempat perteduhan bangsa Israel secara turun menurun. Memang kalau dilihat setting sejarahnya,
waktu menulis Mazmur ini, Musa memang dalam perjalanan ke Tanah Kanaan. Dimana bangsa Israel waktu itu hidup
mengembara. Mereka tidak memiliki rumah
yang tetap. Mereka hidup berpindah-pindah
dalam tenda-tenda. Mereka banyak
menghadapi tantangan. Kepanasan,
kedinginan, semua serba tidak nyaman.
Walaupun begitu Bangsa Israel masih mempunyai Allah. Tempat untuk berlindung dan minta
pertolongan. Horton menjelaskan saat
Musa dan bangsa Israel dipadang gurun, mereka memang tidak mempunyai rumah yang
tetap, tidak mempunyai benteng utuk melindungi mereka tetapi mereka mempunyai
Allah. Allah adalah pelindung dan tempat
tinggal Israel yang tetap.10 Hal itu sesuai dengan kitab Ulangan 33:27
yang menjelaskan bahwa Allah sediri selalu menyatakan diriNya mejadi tempat
kediaman kekal bagi umatNya.
Dalam ayat 2,
dalam doanya Musa mengakui akan kekekalan Allah. Kekekalan Allah nampak pada 2 pernyataan Musa
yaitu:
·
Allah ada sebelum segala sesuatu itu ada (Ay. 2a). Frase “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan
bumi dan dunia diperanakkan”, frase ini merupakan gambaran akan peciptaan alam
semesta. Bahwa Allah sudah ada sebelum
segala sesuatu itu ada sebab Dia adalah pencipta. Horton menjelaskan pada zaman Musa,
orang-orang waktu itu berpikir bahwa dewa-dewa mereka dilahirkan atau terjadi
dari dunia fisik ini. Dahulu kala
dewa-dewa mereka itu tidak ada. Namun bagi Musa Allah adalah pencipta. Ia sudah ada sebelum dunia dibentuk, sebelum
ada kehidupan jasmani di planet ini.
Allah itu pencipta, pemelihara dan perlindungan umatNya.11
·
Allah hadir selama-lamanya (Ay. 2b). Frase “… dari selama-lamanya sampai
selama-lamanya…” , frase ini menjelaskan tetang pribadi Allah dimana Allah itu
kekal. Allah sama sekali tidak dijadikan.
Ialah Oknum abadi yang keberadaanNya bersumber dari diriNya sendiri,
tanpa permulaan dan tanpa kesudahan. Ia
tidak akan berubah. Ia tidak akan
kehilangan kuasaNya. Ia tidak akan
berhenti menjadi Allah.12 Hal ini juga dijelaskan oleh Nabi Yesaya
dalam Yesaya 40:19-20. Dalam dua ayat itu nabi Yesaya mejelaskan tentang
dewa-dewa yang disembah oleh orang kafir.
Dimana dewa orang kafir itu dapat busuk dan fana. Dan itu berbeda dengan Allah Israel yang
kekal tak berkesudahan. Allah yang tidak
pernah busuk atau hilang. Allah yang
selalu ada dekat dengan umatNya selama-lamanya.
b. Renungan
tentang kefanaan manusia dalam bentuk doa ( Ay. 3 – 6 ).
Dalam
ayat 1 dan 2, dalam doanya Musa mengungkapkan akan pengakuan kepercayaannya
tetang Allah. Sedangkan dalam ayat 3-6,
dalam doanya Musa mengungkapkan keberadaan Musa (manusia) dihadapan Allah.
Dalam ayat 3 dijelaskan bahwa manusia
yang berdosa ini akhirnya akan mati dan kembali ke debu. Ini menunjukkan bahwa manusia itu tidak kekal
seperti Allah. Arthur mengatakan ay.3 bukanlah suatu tuduhan, melainkan suatu
pengakuan iman penuh kerendahan hati akan kefanaan manusia. Dia berasal dari
debu dan oleh Firman Tuhan dikembalikan kepada debu (bnd. Kej. 3:19). Kejadian manusia tidak dibicarakan, yang
dikemukakan hanya kematiannya karena justru dalam hal itulah terletak seluruh
kepapaannya. Awal dan akhir hidup
manusia itu ditentukan oleh Tuhan.13 Dari ayat 3 ini jelas bahwa Musa menempatkan
dirinya sangat rendah dihadapan Tuhan sebagai pengakuannya akan ketidak
berdayaannya. Musa mengakui sebagai
manusia yang lemah yang membutuhkan kekuatan dari Tuhan untuk tetap hidup.
Ayat 4 menegaskan bahwa kepapaan
manusia dan sekaligus keagungan Tuhan yang mengatasi segala pikiran manusia itu
menjadi lebih jelas dengan melihat perhitungan waktu. Manusia hidup dalam waktu. Manusia menghitung waktu : tahun hari dan jam14.
Perhitungan waktu yang paling panjang dan tak terbayangkan sekalipun 15
dalam pandangan Tuhan sama seperti hari kemarin dan giliran jaga malam
yang berlalu tanpa bekas. Tuhan yang
tidak mengenal permulaan dan akhir (Ay. 2) juga tidak mengenal waktu sebab
“dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah” (Ay. 2c). Terkait dengan hal itu Horton mengatakan
“Andai kita akan hidup seribu tahun lamanya sehingga melebihi Metusalah, hidup
kita hanya akan seperti suatu hari atau seperti giliran jaga pada waktu malam di pemandangan Allah yang kekal.”16
Hal ini menjelaskan bahwa hidup manusia itu begitu singkat dihadapan
Allah.
Ayat 5 dan 6 ini menjelaskan tentang
keterbatasan waktu yang dimiliki manusia.
Memang Tuhan hadir diluar waktu dan mengatasi waktu, tetapi Tuhan
memberi waktu kepada manusia. Lamanya
adalah seperti tidur dan bangun, seperti hanya satu hari : malam, pagi dan
petang. Manusia tidak tahu kapan
waktunya akan berakhir. Kata
“menghanyutkan” itu menarik sebab kata itu dilatar belakangi kondisi geografi
Israel. Dimana saat daerah Palestina itu
diguyur hujan lebat maka dapat mengakibatkan aliran air yang deras sekali
melalui sebuah jurang dan menghayutkan segala sesuatu dihadapannya. Horton menjelaskan sungguh suatu gambaran
yang tepat tentang kehidupan manusia.
Hari-hari dan tahun-tahun manusia berlalu dengan semakin cepat sampai
pada tiba-tiba saja manusia sudah berbaring dalam keadaan mati. Tidak ada apa-apa yang dapat mencegahnya,
tidak suatupun yang dapat melambatkannya, tidak suatupun yang dapat
memanggilnya kembali. Bila sudah tiada manusia lenyap untuk
selamanya. Mungkin untuk sementara manusia
nampak segar dan makmur, tetapi paling-paling masa kemakmurannya itu singkat
sekali. Ia bangai rumput yang tumbuh di
padang gurun setelah sedikit hujan, dan kemudian dengan cepat layu dan kering
ketika angin panas meniup dari padang gurun.
Tidak terlalu sukar untuk membinasakan kehidupan manusia dan
mengembalikan tubuhnya kepada debu.17
c. Renungan
tentang keadaan berdosa manusia dalam bentuk doa ( Ay. 7 – 11 ).
Dalam
ayat 7 – 11 ini pemazmur bukan hanya menjelaskan hidup manusia yang singkat,
pemazmur juga menjelaskan tentang keadaan manusia yang selalu berada dalam
ancaman hukuman dari Tuhan karena dosa-dosanya.
Setiap hari manusia berada dalam kepanasan amarah Tuhan. Akibatnya manusia “habis lenyap” seperti
halnya rumput yang menjadi lingsut dan layu karena panasnya siang. Dia hidup dalam ketakutan akan kematian dan
ancaman hukuman yang menyertainya (Ay. 7).
Ketakutan ini menjadi lebih besar lagi karena Tuhan memang mau
memperhitungkan dosa-dosa itu bahkan yag tersembunyi sekalipun (Ay. 8). Dalam keadaan semacam itu hidup manusia
hanyalah suatu keluhan yang panjang dan kuat (Ay. 9). Akibatnya umur manusia itu pendek sekali,
paling-paling 80 tahun (Ay. 10a). Akan
tetapi, bagi yang mencapai umur panjang sebenarnya tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan, karena yang
dialami hanyalah kesukaran dan penderitaan (Ay. 10c). Manusia yang singkat umurnya itu pergi
setelah menghabiskan hidupnya dalam keluhan, kesukaran dan penderitaan. Arthur mengatakan ayat-ayat ini merupakan
pernyataan yang paling suram tentang manusia dalam Kitab Suci. Akan tetapi yang paling menyedihkan dari
manusia itu adalah bahwa Dia hidup tanpa kesadaran dan keyakinan akan ancaman
hukuman Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Agung (Ay. 11). Dia hidup tanpa menyadari bahwa Tuhan sungguh
serius terhadap dosa-dosanya.18
Kata “kami” yang
dipakai dalam ayat 7-11, menunjukkan bahwa ayat-ayat itu bukan hanya ungkapan
hati Musa yang disampaikan kepada Allah namun kata “kami” menjelaskan bahwa
Musa mewakili bangsa Israel menyampaikan keluhannya kepada Allah. Kata “sungguh” dalam ayat 7 dan 9 menegaskan
bahwa doa yang disampaikan Musa kepada Allah ini merupakan doa hasil perenungan
setelah melihat kehidupan bangsa Israel selama ini dan itu disampaikan dengan
kesungguhan hatinya.
d. Permohonan
( Ay. 12 – 17 ).
Ayat 12-17
ini berisi tentang doa-doa permohonan
yang lahir dari keyakinan iman bahwa Tuhan adalah tempat perteduhan dan
penolong yang setia bagi Israel serta penolong
bagi manusia yang berdosa dan patut dihukum. Permohonannya diantaranya :
Pertama, permohonan supaya diberi “hati yang bijaksana”
(Ay. 12) yaitu hati yang sadar akan keberdosaannya dan mau hidup seturut dengan
FirmanNya. Permohonan ini merupakan
kerinduan Musa dan bangsa Israel, supaya
dalam kehidupan yang singkat ini dapat hidup dengan bijaksana. Untuk itu Musa rindu supaya Tuhan sendiri
yang mengajar dengan FirmanNya sehingga Musa beroleh hikmat untuk hidup di
dunia. Kata “bijaksana” dari kata bahasa
Ibrani khakhma artinya ‘hikmat, kepandaian’.19
Hikmat ini adalah bukan hanya untuk mengambil keputusan tentang hal-hal
praktis tetapi juga menyangkut hal-hal rohani dan agamawi. Oleh karena itu hikmat itu didapat dari takut
akan Tuhan dan taat akan semua perintahnya sehingga hidupnya layak dan berkenan
kepada Allah.20 Hati yang bijaksana menjadi hal penting dalam
kehidupan bangsa Israel saat itu. Karena
mereka masih hidup dalam pengembaraan di padang gurun, mereka banyak menghadapi
tantangan dan pencobaan. Mereka perlu
hikmat atau hati yang bijaksana untuk menyelesaikan setiap masalah yang datang.
Kedua, permohonan supaya dibebaskan dari penderitaan yang
sudah lama ditanggungnya (Ay. 13).
Permohonan ini terkait dengan kepedihan hati dan ketidak sabarannya umat
Israel supaya Tuhan kembali. Kata
“berapa lama lagi?” menunjukkan umat Israel menantikan Tuhan dan ingin supaya
Tuhan cepat kembali untuk membebaskan Israel dari penderitaan. Israel ingin Tuhan kembali menyatakan
kasihNya untuk menyayangi umatNya yang sedang menderita. Permohonan ini sebenarnya bukan sekedar
permohonan tapi didalamnya ada ratapan yang disampaikan oleh pemazmur. Pemazmur sadar akan kasih setia Tuhan dan ia
minta supaya Tuhan menunjukkan kasih setianya seperti yang pernah dilakukan
Tuhan pada masa lampau.21
Ketiga, bersukacita memuji Tuhan merupakan dambaan hati
jemaat (Ay. 14-17). Bagian ini
menjelaskan akan kerinduan pemazmur supaya dapat bersukacita dan bersorak
sorai. Kata “bersukactia” dari kata
bahasa Ibrani samakh artinya ‘gembira, bersukaria’ sedang kata “bersorak
sorai” berasal dari kata bahasa Ibrani renana
artinya ‘sorak sorai’22 Kedua kata itu sebenarnya bukan hanya
menjelaskan dari segi emosi saja namun itu menunjuk pada perasaan bahagia bercampur perasaan
diberkati, didalamnya ada unsur perasaan lega ketika seseorang dapat membawa
keluh kesahnya kepada Tuhan untuk mendapat penyelesaian.23
Selain itu dalam permohonan ini pemazmur juga ingin supaya sukacitanya
seimbang dengan penderitaan yang telah dialaminya (Ay. 15). Pemazmur sadar bahwa Israel banyak menderita
karena dosanya, pemazmur ingin supaya Tuhan memulihkan dan mendatangkan
sukacita kepada Israel. Dengan
menyatakan kasih setianya melalui perbuatan-perbuatannya. Arthur mengatakan itulah yang dirindukan
Israel yaitu Tuhan memperlihatkan perbuatan-perbuatanNya yang selalu agung dan
semarak bukan hanya kepada mereka melainkan kepada anak cucu mereka juga (Ay.
16).24
Ayat 17 menjelaskan sukacita Musa dan bangsa Israel itu
akan semakin nyata kalau Tuhan memberkati dan meneguhkan perbuatan tangan
mereka. Tanpa kemurahan kasih setia
Tuhan pekerjaam manusia tidak dapat berhasil dan bertahan. Tetapi, umat Israel teguh percaya bahwa Tuhan
adalah penolong Israel turun menurun.
BAB III
INTEPRETASI TEOLOGIS
Mazmur
90 yang ditulis oleh Musa merupakan mazmur yang berisi tentang doa Musa kepada
Allah. Dan dalam doanya Musa mengajarkan
prinsip-prinsip teologis yang penting, yang masih sangat relevan apabila
diterapkan pada zaman sekarang ini.
1.
Konsep penyebutan nama “TUHAN” dalam doa.
Dalam ayat 1 dan
ayat 13, untuk menyebut Tuhan, Musa menggunakan kata bahasa Ibrani Adonai. Memang waktu itu, penyebutan Tuhan dengan
kata Adonai menunjukkan bahwa Musa sangat menghormati Tuhan sebagai
Tuannya, Musa melihat dirinya sebagai hamba yang tidak layak datang padaNya.
Dalam konteks sekarang ini pemakaian konsep penyebutan
nama Tuhan dengan kata Adonai masih sangat relevan digunakan. Karena setelah percaya Yesus maka orang percaya adalah hamba-hamba Kristus. Selayaknyalah jika orang percaya menghormati
Allah seperti Musa menghormati Allah dalam doa.
2.
Konsep pengakuan kepercayaan dalam doa.
Dalam ayat 1-2,
dalam doanya, Musa mengakui akan keberadaan Allah, dimana Allah kekal
adalah tempat perteduhan bagi umat Israel. Pengakuan ini merupakan wujud iman Musa
kepada Allah. Pengakuan ini dalam
konteks zaman Musa menjadi sangat penting untuk menunjukkan kepada umat Israel
dan bangsa-bangsa lain bahwa Israel punya Allah yang berbeda dengan allah-allah
bangsa-bangsa yang ada saat itu. Bahwa
Allah Israel itu kekal dan dapat dijadikan tempat perteduhan bagi Israel sebab
Allah Israel adalah penolong yang setia.
Dalam konteks sekarang, pengakuan seperti yang dilakukan
Musa saat berdoa masih sangat relevan karena memang Tuhan Musa sama dengan
Tuhan kita.
3.
Motif dalam berdoa.
Doa ini
dipanjatkan oleh orang Israel yang telah lama dihukum oleh Allah karena
dosa-dosanya. Israel menyadari bahwa dia
memang pantas dihukum, akan tetapi masih berapa lama lagi ? Dalam bagian ini pemazmur tidak memberontak
kepada Tuhan, namun menerima kenyataan itu.
Pemazmur percaya bahwa Tuhan itu tinggi, namun memperhatikan manusia
yang hina dan papa. Tuhan memang
memperhatikan kesalahan manusia, namun Dia juga membimbingnya di jalan yang
benar.
Kalau
diaplikasikan dalam konteks sekarang,
memang tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat dosa. Bahkan orang-orang percayapun sering
menyakiti hati Tuhan dengan segala perbuatan dosanya. Hal inilah yang sering menyebabkan Tuhan
mengijinkan manusia menderita karena dosa-dosanya. Allah sepertinya membiarkan bahkan meninggalkan
kita orang percaya. Walaupun kita terus
menerus berdoa sepertinya Allah membisu dan tidak mendengar segala doa
kita. Namun pandangan itu jelas keliru. Allah tidak membiarkan kita. Allah mendengar doa-doa kita. Namun Allah mendidik kita supaya kita sadar
dan bertobat akan dosa-dosa kita. Nanti
Allah akan kembali menatang kita dengan tanganNya yang kuat untuk menolong kita
sebab Allah adalah tempat perteduhan kita.
4.
Mengenal kekuatan murkaNYa.
Dalam doanya, Musa
mengatakan “Siapakah yang mengenal kekuatan murkaMu dan takut kepada gemasMu
?”. Apa implikasinya doa ini bagi orang
Kristen ? Dapatkah orang Kristen
memanjatkan permohonan agar mengenal kekuatan murka Tuhan ? Paulus berkata “pada dasarnya kami adalah
orang-orang yang harus dimurkai sama seperti mereka yang lain, tetapi Allah
yang kaya dengan rahmat … telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus
(Ef. 2:3-5). Kita adalah buatan Allah,
ciptaan baru dalam Kristus Yesus.
Dapatkah kita berada dalam murka Allah ?
Memang oleh kasih karunia kita telah dibebaskan dari murka Allah. Kita adalah anak-anak Allah yang menerima
janji-janji Kristus, namun kita harus hidup sungguh-sungguh serupa dengan
Kristus dan tidak hidup dalam dosa.
Sebab jika kita tidak bertobat dan masih hidup dalam dosa maka kita
menimbun murka atas diri kita sendiri.
Jadi doa untuk mengenal kekuatan murka Tuhan tetap berlaku bagi orang
Kristen, tetapi dengan semangat baru didalam Kristus. Di dalam Dia kita pasti akan diselamatkan
dari murka Allah (Rom. 5:9).
5.
Permohonan doa.
Dalam doanya Musa
mengajukan permohonan kepada Tuhan.
Permohonannya yaitu :
·
Supaya diberi “hati yang bijaksana” (Ay. 12)
·
Supaya dibebaskan dari penderitaan yang sudah lama
ditanggungnya (Ay. 13).
·
Supaya diberi hati yang penuh dengan sukacita (Ay. 14-17).
Dalam konteks sekarang ini bentuk permohonan yang diajukan
Musa masih sangat relevan. Orang percaya
pada zaman sekarang inipun menghadapi masalah, tantangan dan pencobaan yang
sama seperti yang dihadapi Musa dan bangsa Israel pada waktu itu. Dan hikmat dari Tuhan sangat dibutuhkan untuk
menyelesaikan setiap permasalahan.
BAB IV
KESIMPULAN
Doa
merupakan nafas hidup orang Kristen.
Oleh karena itu orang Kristen harus selalu berdoa dalam
kehidupannya. Dengan berdoa orang
Kristen dapat bersekutu dengan Allah.
Dapat mengagungkan Tuhan. Dapat
mencurahkan segala pergumulan hidupnya kepada Allah. Sebab Allah adalah sumber pertolongan bagi
orang percaya.
Mazmur
90 merupakan rangkai ucapan dosa yang dipanjatkan Musa kepada Allah. Dalam Mazmur itu Musa menyampaikan pengakuan
imannya tentang Allah bahwa Allah itu adalah tempat perteduhan dan sumber
pertolongan bagi umatNya. Allah yang
kekal tidak akan membiarkan umatnya, tetapi selalu berada dekat dengan umatNya.
Selain itu dalam doanya Musa juga mengungkapkan betapa hinanya dirinya
dihadapan Allah. Musa sadar bahwa
hidupnya penuh dosa. Musa sadar bahwa Ia
layak untuk dihukum. Oleh karena itu ia
menerima semua penderitaan yang dialaminya akibat dosa-dosa yang telah
dilakukannya bersama orang-orang Israel.
Namun dalam doanya Musa mengakirinya dengan permohonan supaya diberi
hati yang bijaksana sehingga dapat hidup seturut dengan firmanNya. Musa juga ingin supaya sukacita ilahi itu ada
dalam hati dia dan umat Israel sehingga mereka selalu bersukacita.
Konsep
doa yang diajarkan Musa dalam mazmur 90 itu sangat relevan untuk diterapkan
dalam konteks orang percaya saat itu.
Dimana orang percaya harus yakin bahwa Tuhan itu tempat perteduhan dan
sumber pertolongan. Dan hati yang
bijaksana sangat dibutuhkan orang percaya untuk mengatasi setiap persoalan
sehingga dapat hidup benar sesuai dengan FirmanNya. Tuhan Yesus memberkati.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arthur Kiki. Tafsir PL III: Kitab Mazmur. Diktat.
2008
Baker, D.L. Kamus Singkat Bahasa Ibrani. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1997.
Barth, Ch. Kitab Mazmur. Jakarta:
Badan Penerbit Kristen. 1960.
Browning, WR. Kamus Alkitab. Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2008.
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini: M-Z.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih. Jilid II. 2005.
Horton Stanley. Mazmur-Mazmur Yang Terkenal. Malang: Gandum Mas. 1983.
Lasor, WS. Pengantar PL 2. Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2000.
Obaja Jeane. Survai Ringkas PL. Surabaya:
Momentum. 2004.
Tafsir Alkitab Masa Kini 2 : Ayub –
Maleakhi. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
1996
0 komentar:
Post a Comment