7:36 PM
0

Pendahuluan

       Problem tentang kejahatan merupakan persoalan teologis yang banyak dibicarakan oleh para teolog dan filsuf sejak zaman abad-abad permulaan1 sampai sekarang.  Dimana mereka saling memperdebatkan asal mula kejahatan yang ada dalam dunia ini.  Mereka mencoba menyelesaikan persoalan itu menurut pandangan mereka sendiri-sendiri.  Demikian juga para teolog Kristenpun dituntut untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah kejahatan ini.  Sebab menurut para filsuf pengajaran kekristenan tentang kejahatan itu tidak konsisten.2 Kekristenan mengajarkan tentang keberadaan Allah yang Maha Baik, Maha Tahu dan Maha Kuasa tetapi mengapa ada kejahatan di dunia yang adalah ciptaanNya.  Oleh karena itu pemecahan problem ini menjadi begitu penting supaya kekristenan dapat menjawab pertanyaan dari orang diluar kekristenan3 mengenai keyakinan kekristenan tentang masalah kejahatan ini.

        Salah satu tokoh kekristenan yang berusaha memberikan jawaban berkaitan dengan masalah kejahatan itu yaitu Agustinus.  Dimana Agustinus banyak menjawab pertanyaan dari orang-orang diluar kekristenan tentang masalah kejahatan.  Dalam makalah ini akan dibahas pemikiran Agustinus tentang masalah kejahatan.  Namun sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu mengenai apa itu masalah kejahatan.

 

Problem Kejahatan

       Problem kejahatan ini muncul karena adanya pertanyaan tentang keyakinan kekristenan tentang Allah.  Dimana dalam keyakinan kekristenan dijelaskan bahwa Allah itu adalah Allah yang Maha Baik, Maha Tahu dan Maha Kuasa.  Allah sangat mengasihi ciptaanNya yang ada dalam dunia4.  Tetapi mengapa didunia ini ada kejahatan yang menyebabkan penderitaan bagi manusia ?  Xie mengatakan :

      How can there be a caring and benevolent God when there exists so much evil in the world ?  One answer to this question is to say that human moral agents, not God, are the cause of the evil.  Some prefer to think of the problem as the Problem of Suffering rather than the Problem of evil.  How can one reconcile the existence of so much suffering with the existence of an omnibenevolent, omniscient, and omnipotent God ?5

 Hal itu merupakan persoalan yang cukup rumit.  Karena dalam pemikiran logika manusia, keberadaan Allah yang Maha Baik, Maha Tahu dan Maha Kuasa pasti dapat menghindarkan manusia dari kejahatan dan penderitaan.  Nash mengatakan :

1.    Jika Allah itu baik dan mengasihi semua umat manusia, adalah masuk akal untuk percaya bahwa Ia ingin menghindarkan mahkluk ciptaan yang dikasihiNya dari kejahatan dan penderitaan.

2.    Jika Allah itu Maha Tahu, adalah masuk akal untuk percaya bahwa Ia tahu bagaimana caranya untuk menghindarkan mahkluk ciptaanNya itu dari kejahatan dan penderitaan.

3.    Jika Allah itu Maha Kuasa, adalah masuk akal untuk percaya bahwa Ia mampu menghindarkan mahkluk ciptaanNya dari kejahatan dan penderitaan.6

 

Namun dalam kenyataannya kejahatan tetap ada dalam dunia, bahkan semakin lama-semakin jahat.  Oleh karena itu para filsuf mulai mempertanyakan kebenaran dari ajaran kekristenan tentang Allah.  Karena dalam kenyataannya pengajaran itu sepertinya tidak konsisten.  Xie mengutip pendapat Philip A. Pecorino menjelaskan:

      Maybe God knows about the suffering and would stop it, if He could, but He cannot stop ity – however, that implies that God is not omnipotent.  Maybe God is able to stop the suffering and would want to, but He does know about it – that implies God is not omniscient.  Maybe God knows about the suffering and is ab le to stop it but does not wish to stop it – that would imply God is not omnibenevolent.7 

 

Dari penjelasan diatas jelas bahwa kaum filsuf sepertinya menunjukkan kepada orang Kristen akan ketidak konsistenan dan akibat ketidak konsistenan ajaran itu terhadap pengajaran tentang Allah.

      Inilah persoalan yang harus dijawab orang kristen berkaitan dengan masalah kejahatan.  Apakah benar ajaran kekristenan tentang Allah itu tidak konsisten seperti yang dituduhkan oleh para filsuf diatas.  Apakah benar dengan adanya kejahatan berarti Allah itu tidak Maha Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa.  Oleh karena itu perlu mencari dengan tepat solusi berkaitan dengan problem kejahatan, sehingga akhirnya solusi itu dapat dipakai untuk menjelaskan kepada para fislsuf bahwa ajaran kekristenan tentang Allah yang Maha Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa itu konsisten.

 

Agustine Taught About The Problem Of Evil

       Pemikiran Agustin tentang problem kejahatan ini dilatar belakangi dengan keinginannya untuk melawan ajaran Manikheisme8.  Memang sebelum Agustin bertobat, ia pernah menjadi pengikut Manikheisme.  Hal itu terjadi pada saat Agustin mencari  kebenaran  Dalam bukunya Confession, Agustin menjelaskan tentang sejarah kehidupannya.  Dimana dalam hidupnya, ia pernah mengalami masa-masa mencari kebenaran tentang Allah.  Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada filsafat.  Namun saat ia mau dibabtis9, ia banyak belajar tentang Perjanjian Lama dan meninggalkan filsafat yang telah ia pelajari sebelumnya.  Namun karena sudah terbiasa dengan  filsafat Yunani, Perjanjian Lama memberi kesan sangat bersahaja dan tidak rohaniah10.  Oleh karena itu ia menolaknya dan bergabung menjadi pengikut Manikheisme.  Manikheisme ini mengajarkan tentang dua prinsip atau dewa utama yaitu terang dan kegelapan.  Keduanya saling bertentangan.  Alam kelihatan berasal dari kegelapan sedangkan jiwa manusia adalah hasil terang.  Pengajaran inilah yang dipakai Manikheisme untuk menjelaskan asal usul kejahatan dan juga dipakai untuk membebaskan manusia dari tanggung jawab atas kejahatan yang manusia lakukan11.  Setelah menjadi pengikut Manikheisme, Agustin merasa Manikheisme tidak dapat memberikan kepadanya kebenaran yang ia sedang cari.  Dalam bukunya confession Agustin menjelaskan :

      Apakah kiranya yang dapat diperbuat terhadapMu oleh pasukan mahkluk-mahkluk kegelapan yang entah bagaimana, dari massa yang berhadapan dengan Engkau, yang biasanya mereka pertentangkan kepadaMu, jika bukan maksudnya hendak bertempur dengannya ?  memuakkan.12

 

Kemudian ia meninggalkan Manikheisme dan mencari kebenaran di tempat lain.

       Dalam pergumulannya mencari kebenaran, akhirnya ia menemukan kebenaran dalam Roma 13:13-14 yang berbunyi : “Let us walk honestly, as in the day; not in rioting and drunkenness, not in chambering and wantonness, not in strife and envying.  But put ye on the Lord Jesus Christ, and make not provision for the flesh, to fulfil the lusts thereof. “13   Dimana setelah membaca ayat itu Agustinus mengatakan: “Saya tidak mau dan tidak perlu membaca lebih lanjut.  Segera setelah membaca kalimat itu, terang keyakinan menyinari hatiku dan seluruh kabut kebimbangan lenyap seketika.”14 Kemudian Agustin memberi diri dibabtis dan menjadi pengikut Tuhan. 

       Setelah menjadi orang Kristen, Agustin belajar tentang kekristenan.  Kemudian Agustin merasa adanya tanggung jawab untuk melawan ajaran Manikheisme tentang masalah kejahatan.  Dalam buku-bukunya15 Agustin menjelaskan tentang pemikirannya berkaitan dengan problem kejahatan. Dalam confession Agustin menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kehendak bebas16 dan keputusan kehendak bebaslah yang menjadi sebab manusia berbuat jahat17.  Agustin menolak pandangan tentang prinsip kejahatan yang kekal dan yang melawan Allah18.  Agustin menjelaskan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta dan penopang segala sesuatu.  Kejahatan merupakan suatu kehilangan akan yang baik.  Didalam hidup manusia kejahatan timbul karena kesalahan manusia dalam menggunakan kehendak bebas yang diberikan oleh Allah.19   Jadi kejahatan tidak diciptakan Allah dan tidak kekal seperti Allah.  Kejahatan timbul karena manusia menyalah gunakan kehendak bebasnya.

       Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Agustin tentang problem kejahatan yaitu: Allah itu baik dan semua ciptaanNya itu baik.20  Semua yang diciptakan itu baik ini artinya bahwa secara subtansi apa yang diciptakan Allah itu baik.  Kejahatan itu bukan subtansi dari ciptaan Allah.  Kejahatan itu terjadi karena accident.  Accident ini bukan dari Allah tapi karena kesalahan manusia.  Dimana manusia dengan kehendak bebasnya memilih suatu keputusan yang salah sehingga muncullah kejahatan.  Dengan kata lain sejak kebebasan untuk memilih dipakai secara buruk maka akan mendatangkan bencana21.

      

Tanggapan Penulis

       Penulis tidak setuju dengan pandangan Agustin diatas.  Menurut penulis untuk menjelaskan tentang problem kejahatan ini perlu dikaitkan dengan ajaran tentang kedaulatan Allah.22  Jika kejahatan timbul karena ketidak mampuan manusia  untuk menggunakan kehendak bebasnya pasti hal itu ada dalam rencana dan penetapan Allah. Sebab Allah telah menetapkan dan merencakan segala suatu secara sempurna dalam kekekalan.   Oleh karena itu ajaran Agustin  itu sepertinya membela Allah dengan mengatakan bahwa kejahatan berasal dari manusia23 dan melupakan bahwa Allah menetapkan dan merencanakan  kehidupan manusia di dunia secara universal.  Frame mengatakan

      … Allah satu-satunya yang memiliki interpretasi realita yang lengkap.  Tetapi jika Allah telah secara kekal menginterpretasikan segala suatu yang akan terjadi, maka pastilah tidak ada satu halpun yang bisa terjadi tanpa prapenetapanNya:  “fakta-fakta dan hukum-hukum di dunia ada seperti apa adanya dikarenakan rencana Allah yang berkenaan dengan mereka.  Oleh karena itu, pengetahuan Allah akan dunia tercakup didalam rencanaNya bagi dunia.  Maka pengetahuanNya akan fakta-fakta dan hukum-hukum dunia mendahului eksistensi dunia ini.”  Maka, dekrit Allah merupakan kuasa yang final dan menentukan atas segala sesuatu yang akan terjadi.  Dekrit Allah merupakan sumber bagi segala subtansi dan kuasa didalam alam semesta ciptaan ini.24

 

Berkof menambahkan bahwa apa yang terjadi dalam dunia ini sudah ditetapkan dalam kedaulatan Allah.  Allah telah dengan penuh kedaulatan sejak dari kekekalan menetapkan apa saja yang akan terjadi dan melakukan karya kedaulatanNya dalam kehendakNya atas semua ciptaan, baik yang alamiah maupun yang rohaniah, sesuai dengan rencana yang telah Ia tetapkan sejak semula.25  Hal itu sesuai dengan ajaran Paulus dalam Kitab Efesus 1:11 yang berbunyi: “ In whom also we have obtained an inheritance, being predestinated according to the purpose oh him who worketh all things after the  counsel of his own will.26  Kata “didalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya” ini menunjukkan bahwa segala sesatu yang terjadi dalam dunia ini tidak lepas dari rencana dan ketetapan Allah.  Rencana dan ketetapan Allah itu tidak pernah gagal.  Packer mengatakan apa yang telah direncanakan dan ditetapkan Allah dalam ketetapanNya itu tidak akan gagal dan semua akan terjadi seperti apa yang telah direncanakan dan ditetapkanNya sebab Allah adalah Allah yang kuasa.27  Jikalau demikian maka peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa28 yang menyebabkan adanya kejahatan, itu dibawah rencana dan pengetahuan Allah.  Apakah itu tidak berarti bahwa sebenarnya kejahatan itu berasal dari Allah seperti yang dituduhkan oleh para filsuf ?29     Menurut penulis, kejahatan bukan berasal dari Allah sebab Allah tidak pernah menciptakan kejahatan sebab jika Allah menciptakan kejahatan maka hal itu akan bertentangan dengan diriNya sendiri. Memang untuk menjawab pertanyaan mengapa Allah mengijinkan kejahatan terjadi adalah hal yang sulit.  Oleh karena itu menurut penulis  masalah kejahatan adalah suatu misteri yang sulit terpecahkan.  Mengapa demikian ?  Sebab sebenarnya Alkitab tidak menjelaskan secara terinci tentang masalah kejahatan.  Dalam Kitab Kej. 3 tentang peristiwa kejatuhan manusia kedalam dosa yang merupakan awal adanya kejahatan memang tidak dijelaskan mengapa Allah mengijinkan hal itu. Mengapa Allah membiarkan Hawa  mengambil buah pengetahuan baik dan buruk dan memberikan kepada suaminya Adam sehingga mereka  jatuh dalam dosa.  Bavinck mengatakan “ asal mula kejahatan merupakan teka-teki kehidupan yang terhebat”.30  Hal itu juga dijelaskan oleh Hoekema yang mengatakan  kejahatan memang bertentangan dengan kehendak Allah tetapi tidak pernah berada di luar atau melampaui kehendak Allah.  Allah mengijinkan kejatuhan terjadi karena didalam kemahakuasaanNya, Ia bisa mendatangkan kebaikan bahkan dari kejahatan.  Tetapi fakta bahwa dosa atau kejatahan manusia tidak terjadi di luar kehendak Allah, tidak bisa dijadikan dalih dan tidak bisa juga dipakai untuk menjelaskan tentang dosa dan kejahatan manusia.  Dosa dan kejahatan merupakan teka-teki.31  Sedangkan Frame mengatakan berkaitan dengan masalah kejahatan sebenarnya Allah memiliki jawaban tetapi Ia memilih untuk tidak mewahyukannya kepada kita, setidaknya tidak secara komprehensif.  Pemikiran kita haruslah tunduk terhadap wahyuNya, dan jika wahyu tidak berbicara tentang satu hal, maka kitapun harus diam.32 

       Jadi kesimpulannya bahwa berkaitan dengan problem kejahatan, penulis berpendapat bahwa problem kejahatan merupakan misteri yang sulit dipecahkan sebab Allah tidak pernah menjelaskan kepada manusia dalam wahyunya, mengapa Allah yang Maha Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa mengijinkan adanya kejahatan dalam dunia. Hoekema mengutib pendapat Van Til mengatakan:

       Suatu teodisi Kristen … perlu dengan jelas dimulai dari presaposisi mengenai Allah yang mandiri.  Sudah pasti bahwa Allah yang mandiri, yang mengendalikan segala hal dan mengetahui segala hal karena Ia mengendalikan mereka, bisa memakai sarana terbaik untuk mencapai tujuannNya.  Tetapi apak sarana-sarana terbaik tersebut ?  Tidak lain adalah apa yang dipandang Allah tepat untuk dipakai.  Dan karena sarana-sarana tersebut adalah apa yang dipandang tepat oleh Allah untuk dipakai, maka mereka bisa saja seluruhnya berada diluar kemampuan pemahaman manusia.  Mengapa dirinya harus menderita merupakan hal yang seluruhnya berada di luar pemahaman Ayub  … .  Ia mendapatkan solusinya hanya ketika ia akhirnya menyerahkan diri secara penuh kedalam tangan Allah yang berdaulat.  Sudah pasti kebijaksanaan Allah tampak di dunia ini, dan manusia bisa melihat sebagian darinya.  Tetapi tetap benar bahwa Allah merupakan Allah yang menyembunyikan diriNya, dan tidak ada orang yang layak menguji untuk menyetujui atau mengutuk perbuatan-perb uatan Yang Maha Kudus dengan standart dirinya.33

 

 Penutup

       Problem evil merupakan persoalan teologis yang rumit dan sulit dipecahkan.  Walupun hal itu sudah dibicarakan sejak zaman abad-abad permulaan sampai sekarang, para ahli belum menemukan solusi yang tepat.   Agustunius sebagai salah satu tokoh yang mencoba menjelaskan masalah kejahatan.  Namun penjelasan Agustin masih belum memuaskan karena pemikirannya banyak kelemahan dan menimbulkan pertanyaan.  Bahkan penulispun tidak setuju dengan pemikiran Agustinus tersebut34.  Oleh karena itu masalah kejahatan merupakan miasteri yang belum memiliki jawaban sebab Allah sendiri tidak mewahyukan kepada manusia mengenai solusi berkaitan dengan masalah kejahatan.

 

 

Kepustakaan

Augustinus,  Pengakuan-Pengakuan,  Jakarta: Kanisius,  1997.

 

Berkhof. Louis,  Teologi Sistematika:  Doktrin Allah,  Jakarta:Lembaga Reformed Injili Indonesia,  1993.

 

Brown. Colin,  Filsafat dan Iman Kristen 1,  Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia,  1994.

 

Frame. John. M,  Cornelius Van Til: Suatu Analisis terhadap Pemikirannya,  Surabaya: Momentum,  2002.

 

Hoekema. Anthony. A,  Manusia: Ciptaan menurut Gambar Allah,  Surabaya: Momentum,  2003.

 

Lane. Tony,  Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani,  Jakarta: BPK Gunung Mulia,  2001.

 

Nash. Ronald. H,  Iman dan Akal Budi,  Surabaya: Momentum, 2001.

 

Packer. J. I,  Rencana Allah bagi Anda,  Surabaya: Momentum,  2004.

 

Platinga. Cornelius,  Tidak seperti Manusia Semula,  Surabaya: Momentum,  2004.

 

Platinga. Alvin,  God, Freedom and Evil,  Grand Rapids: Eerdmans,  1974.

 

Xie. Wenyu,  Augustine’s Theology Reader, International Theological Seminary,  2005

 



1 Abad permulaan ini menunjuk pada abad 1 – 5 dimana para teolog dan filsuf saat itu banyak berdebat mengenai masalah kejahatan.  Salah satu teolog yaitu Agustinus.

2 Nash. R, Iman dan Akal Budi : Usaha Mencari Iman yang Rasional, hlm. 272.

3 Para Filsuf

4 Nash. R, Iman dan Akal Budi,: Usaha Mencari Iman yang Rasional, hlm. 272.

5 Xie. W, Diktat :  The Problem of Evil. Hlm …..

6 Nash. R, Iman dan Akal Budi : Usaha Mencari Iman yang Rasional,  hlm. 272.

7 Diktat, Xie, hlm. 45

8 Manikheisme adalah agama Persia

9 Agustin adalah beragama Katolik sebab ibunya adalah seorang Katolik yang taat.

10 Lane. T, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, hlm. 38

11 Ibid, hlm. 39.

12 Augustine, Confession, hlm.

13 The Holy Bible.

14 Lane. T, Runtut Pijar: Sejarah pemikiran Kristiani, hlm.  39

15 Bukunya yaitu : Confession, city of God, dll.

16 Pandangan ini bertentangan dengan pandangan Manikheisme yang menolak kehendak bebas manusia.

17 Augustine, Confession, hlm. 183.

18 Pandangan itu merupakan ajaran manikheisme.

19 Brown. C, Filsafat dan Iman Kristen I,  hlm. 13

20 Augustine, Confession, hlm. 185-186.

21  Augustine, The City of God, hlm. 13.14

22  Ajaran kedaulatan Allah ini yaitu ajaran tentang keberadaan Allah, dimana Allah adalah Allah yang berdaulat untuk menetapkan dan merencanakan dalam kekekalan tentang segala sesuatu yang terjadi dalam dunia ini.  Jadi apa yang terjadi dalam dunia ini tidak ada yang terlepas dari ketetapan Allah.

23 Frame. J, Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Till, hlm. 88

24  Ibid, hlm. 83.

25 Berkhof. L, Teologi Sistematika: Doktrin Allah,  hlm. 179.

26  The Holy Bible.

27 Packer. J,  Rencana Allah bagi Anda,  hlm. 14-16.

28 Kej. 3

29 Hoekema. A,  Manusia: Ciptaan menurut gambar Allah,  hlm. 83.

30 Bavinck. H, Dogmatiek.  3.8

31 Hoekema. A, Manusia: Ciptaan menurut Gambar Allah,  hlm. 169.

32 Frame. J, Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Til hlm. 89

33 Frame. J, Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Til. Hlm. 89.

34 Bnd. Bab III diatas.





0 komentar:

Post a Comment