Pendahuluan
Problem
tentang kejahatan merupakan persoalan teologis yang banyak dibicarakan oleh
para teolog dan filsuf sejak zaman abad-abad permulaan1
sampai sekarang. Dimana mereka saling
memperdebatkan asal mula kejahatan yang ada dalam dunia ini. Mereka mencoba menyelesaikan persoalan itu
menurut pandangan mereka sendiri-sendiri.
Demikian juga para teolog Kristenpun dituntut untuk mencari solusi dalam
menyelesaikan masalah kejahatan ini.
Sebab menurut para filsuf pengajaran kekristenan tentang kejahatan itu
tidak konsisten.2 Kekristenan mengajarkan
tentang keberadaan Allah yang Maha Baik, Maha Tahu dan Maha Kuasa tetapi
mengapa ada kejahatan di dunia yang adalah ciptaanNya. Oleh karena itu pemecahan problem ini menjadi
begitu penting supaya kekristenan dapat menjawab pertanyaan dari orang diluar
kekristenan3 mengenai keyakinan
kekristenan tentang masalah kejahatan ini.
Salah satu tokoh kekristenan yang berusaha
memberikan jawaban berkaitan dengan masalah kejahatan itu yaitu Agustinus. Dimana Agustinus banyak menjawab pertanyaan
dari orang-orang diluar kekristenan tentang masalah kejahatan. Dalam makalah ini akan dibahas pemikiran
Agustinus tentang masalah kejahatan. Namun
sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu mengenai apa itu masalah
kejahatan.
Problem
Kejahatan
Problem
kejahatan ini muncul karena adanya pertanyaan tentang keyakinan kekristenan
tentang Allah. Dimana dalam keyakinan
kekristenan dijelaskan bahwa Allah itu adalah Allah yang Maha Baik, Maha Tahu
dan Maha Kuasa. Allah sangat mengasihi
ciptaanNya yang ada dalam dunia4. Tetapi mengapa didunia ini ada kejahatan yang
menyebabkan penderitaan bagi manusia ?
Xie mengatakan :
How
can there be a caring and benevolent God when there exists so much evil in the
world ? One answer to this question is
to say that human moral agents, not God, are the cause of the evil. Some prefer to think of the problem as the
Problem of Suffering rather than the Problem of evil. How can one reconcile the existence of so
much suffering with the existence of an omnibenevolent, omniscient, and
omnipotent God ?5
1.
Jika Allah itu baik dan mengasihi semua umat manusia, adalah masuk akal
untuk percaya bahwa Ia ingin menghindarkan mahkluk ciptaan yang dikasihiNya
dari kejahatan dan penderitaan.
2.
Jika Allah itu Maha Tahu, adalah masuk akal untuk percaya bahwa Ia tahu
bagaimana caranya untuk menghindarkan mahkluk ciptaanNya itu dari kejahatan dan
penderitaan.
3.
Jika Allah itu Maha Kuasa, adalah masuk akal untuk percaya bahwa Ia mampu
menghindarkan mahkluk ciptaanNya dari kejahatan dan penderitaan.6
Namun dalam kenyataannya kejahatan tetap ada dalam
dunia, bahkan semakin lama-semakin jahat.
Oleh karena itu para filsuf mulai mempertanyakan kebenaran dari ajaran
kekristenan tentang Allah. Karena dalam
kenyataannya pengajaran itu sepertinya tidak konsisten. Xie mengutip pendapat Philip A. Pecorino
menjelaskan:
Maybe God knows about the
suffering and would stop it, if He could, but He cannot stop ity – however,
that implies that God is not omnipotent.
Maybe God is able to stop the suffering and would want to, but He does
know about it – that implies God is not omniscient. Maybe God knows about the suffering and is ab
le to stop it but does not wish to stop it – that would imply God is not
omnibenevolent.7
Dari penjelasan diatas jelas bahwa kaum filsuf sepertinya menunjukkan
kepada orang Kristen akan ketidak konsistenan dan akibat ketidak konsistenan
ajaran itu terhadap pengajaran tentang Allah.
Inilah persoalan yang harus
dijawab orang kristen berkaitan dengan masalah kejahatan. Apakah benar ajaran kekristenan tentang Allah
itu tidak konsisten seperti yang dituduhkan oleh para filsuf diatas. Apakah benar dengan adanya kejahatan berarti
Allah itu tidak Maha Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa. Oleh karena itu perlu mencari dengan tepat solusi
berkaitan dengan problem kejahatan, sehingga akhirnya solusi itu dapat dipakai
untuk menjelaskan kepada para fislsuf bahwa ajaran kekristenan tentang Allah
yang Maha Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa itu konsisten.
Agustine
Taught About The Problem Of Evil
Pemikiran
Agustin tentang problem kejahatan ini dilatar belakangi dengan keinginannya
untuk melawan ajaran Manikheisme8. Memang sebelum Agustin bertobat, ia pernah
menjadi pengikut Manikheisme. Hal itu
terjadi pada saat Agustin mencari
kebenaran Dalam bukunya
Confession, Agustin menjelaskan tentang sejarah kehidupannya. Dimana dalam hidupnya, ia pernah mengalami
masa-masa mencari kebenaran tentang Allah.
Oleh karena itu ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada filsafat. Namun saat ia mau dibabtis9, ia banyak belajar tentang Perjanjian
Lama dan meninggalkan filsafat yang telah ia pelajari sebelumnya. Namun karena sudah terbiasa dengan filsafat Yunani, Perjanjian Lama memberi
kesan sangat bersahaja dan tidak rohaniah10. Oleh karena itu ia menolaknya dan bergabung
menjadi pengikut Manikheisme.
Manikheisme ini mengajarkan tentang dua prinsip atau dewa utama yaitu
terang dan kegelapan. Keduanya saling
bertentangan. Alam kelihatan berasal
dari kegelapan sedangkan jiwa manusia adalah hasil terang. Pengajaran inilah yang dipakai Manikheisme
untuk menjelaskan asal usul kejahatan dan juga dipakai untuk membebaskan
manusia dari tanggung jawab atas kejahatan yang manusia lakukan11.
Setelah menjadi pengikut Manikheisme, Agustin merasa Manikheisme tidak
dapat memberikan kepadanya kebenaran yang ia sedang cari. Dalam bukunya confession Agustin menjelaskan
:
Apakah kiranya yang dapat
diperbuat terhadapMu oleh pasukan mahkluk-mahkluk kegelapan yang entah
bagaimana, dari massa yang berhadapan dengan Engkau, yang biasanya mereka
pertentangkan kepadaMu, jika bukan maksudnya hendak bertempur dengannya ? memuakkan.12
Kemudian ia meninggalkan Manikheisme dan mencari
kebenaran di tempat lain.
Dalam
pergumulannya mencari kebenaran, akhirnya ia menemukan kebenaran dalam Roma
13:13-14 yang berbunyi : “Let us walk honestly, as in the day; not in rioting
and drunkenness, not in chambering and wantonness, not in strife and
envying. But put ye on the Lord Jesus
Christ, and make not provision for the flesh, to fulfil the lusts thereof. “13
Dimana setelah membaca ayat itu Agustinus mengatakan: “Saya tidak mau
dan tidak perlu membaca lebih lanjut.
Segera setelah membaca kalimat itu, terang keyakinan menyinari hatiku
dan seluruh kabut kebimbangan lenyap seketika.”14 Kemudian Agustin memberi diri dibabtis dan
menjadi pengikut Tuhan.
Setelah
menjadi orang Kristen, Agustin belajar tentang kekristenan. Kemudian Agustin merasa adanya tanggung jawab
untuk melawan ajaran Manikheisme tentang masalah kejahatan. Dalam buku-bukunya15 Agustin menjelaskan tentang
pemikirannya berkaitan dengan problem kejahatan. Dalam confession Agustin
menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kehendak bebas16 dan keputusan kehendak bebaslah yang
menjadi sebab manusia berbuat jahat17. Agustin menolak pandangan tentang prinsip
kejahatan yang kekal dan yang melawan Allah18. Agustin menjelaskan bahwa Allah adalah
satu-satunya pencipta dan penopang segala sesuatu. Kejahatan merupakan suatu kehilangan akan
yang baik. Didalam hidup manusia kejahatan
timbul karena kesalahan manusia dalam menggunakan kehendak bebas yang diberikan
oleh Allah.19 Jadi kejahatan tidak diciptakan Allah dan
tidak kekal seperti Allah. Kejahatan
timbul karena manusia menyalah gunakan kehendak bebasnya.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Agustin tentang problem
kejahatan yaitu: Allah itu baik dan semua ciptaanNya itu baik.20
Semua yang diciptakan itu baik ini artinya bahwa secara subtansi apa
yang diciptakan Allah itu baik.
Kejahatan itu bukan subtansi dari ciptaan Allah. Kejahatan itu terjadi karena accident. Accident ini bukan dari Allah tapi karena
kesalahan manusia. Dimana manusia dengan
kehendak bebasnya memilih suatu keputusan yang salah sehingga muncullah
kejahatan. Dengan kata lain sejak
kebebasan untuk memilih dipakai secara buruk maka akan mendatangkan bencana21.
Tanggapan
Penulis
Penulis
tidak setuju dengan pandangan Agustin diatas.
Menurut penulis untuk menjelaskan tentang problem kejahatan ini perlu
dikaitkan dengan ajaran tentang kedaulatan Allah.22
Jika kejahatan timbul karena ketidak mampuan manusia untuk menggunakan kehendak bebasnya pasti hal
itu ada dalam rencana dan penetapan Allah. Sebab Allah telah menetapkan dan merencakan
segala suatu secara sempurna dalam kekekalan.
Oleh karena itu ajaran Agustin
itu sepertinya membela Allah dengan mengatakan bahwa kejahatan berasal
dari manusia23 dan melupakan bahwa
Allah menetapkan dan merencanakan
kehidupan manusia di dunia secara universal. Frame mengatakan
… Allah satu-satunya yang
memiliki interpretasi realita yang lengkap.
Tetapi jika Allah telah secara kekal menginterpretasikan segala suatu
yang akan terjadi, maka pastilah tidak ada satu halpun yang bisa terjadi tanpa
prapenetapanNya: “fakta-fakta dan
hukum-hukum di dunia ada seperti apa adanya dikarenakan rencana Allah yang
berkenaan dengan mereka. Oleh karena
itu, pengetahuan Allah akan dunia tercakup didalam rencanaNya bagi dunia. Maka pengetahuanNya akan fakta-fakta dan
hukum-hukum dunia mendahului eksistensi dunia ini.” Maka, dekrit Allah merupakan kuasa yang final
dan menentukan atas segala sesuatu yang akan terjadi. Dekrit Allah merupakan sumber bagi segala
subtansi dan kuasa didalam alam semesta ciptaan ini.24
Berkof menambahkan bahwa apa yang terjadi dalam dunia
ini sudah ditetapkan dalam kedaulatan Allah.
Allah telah dengan penuh kedaulatan sejak dari kekekalan menetapkan apa
saja yang akan terjadi dan melakukan karya kedaulatanNya dalam kehendakNya atas
semua ciptaan, baik yang alamiah maupun yang rohaniah, sesuai dengan rencana
yang telah Ia tetapkan sejak semula.25 Hal itu sesuai dengan ajaran Paulus dalam
Kitab Efesus 1:11 yang berbunyi: “ In whom also we have obtained an
inheritance, being predestinated according to the purpose oh him who worketh all
things after the counsel of his own
will.26
Kata “didalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya” ini
menunjukkan bahwa segala sesatu yang terjadi dalam dunia ini tidak lepas dari
rencana dan ketetapan Allah. Rencana dan
ketetapan Allah itu tidak pernah gagal.
Packer mengatakan apa yang telah direncanakan dan ditetapkan Allah dalam
ketetapanNya itu tidak akan gagal dan semua akan terjadi seperti apa yang telah
direncanakan dan ditetapkanNya sebab Allah adalah Allah yang kuasa.27
Jikalau demikian maka peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa28 yang menyebabkan adanya kejahatan, itu
dibawah rencana dan pengetahuan Allah.
Apakah itu tidak berarti bahwa sebenarnya kejahatan itu berasal dari
Allah seperti yang dituduhkan oleh para filsuf ?29 Menurut penulis, kejahatan bukan berasal
dari Allah sebab Allah tidak pernah menciptakan kejahatan sebab jika Allah
menciptakan kejahatan maka hal itu akan bertentangan dengan diriNya sendiri.
Memang untuk menjawab pertanyaan mengapa Allah mengijinkan kejahatan terjadi
adalah hal yang sulit. Oleh karena itu
menurut penulis masalah kejahatan adalah
suatu misteri yang sulit terpecahkan. Mengapa
demikian ? Sebab sebenarnya Alkitab
tidak menjelaskan secara terinci tentang masalah kejahatan. Dalam Kitab Kej. 3 tentang peristiwa
kejatuhan manusia kedalam dosa yang merupakan awal adanya kejahatan memang
tidak dijelaskan mengapa Allah mengijinkan hal itu. Mengapa Allah membiarkan
Hawa mengambil buah pengetahuan baik dan
buruk dan memberikan kepada suaminya Adam sehingga mereka jatuh dalam dosa. Bavinck mengatakan “ asal mula kejahatan
merupakan teka-teki kehidupan yang terhebat”.30 Hal itu juga dijelaskan oleh Hoekema yang
mengatakan kejahatan memang bertentangan
dengan kehendak Allah tetapi tidak pernah berada di luar atau melampaui
kehendak Allah. Allah mengijinkan
kejatuhan terjadi karena didalam kemahakuasaanNya, Ia bisa mendatangkan
kebaikan bahkan dari kejahatan. Tetapi
fakta bahwa dosa atau kejatahan manusia tidak terjadi di luar kehendak Allah,
tidak bisa dijadikan dalih dan tidak bisa juga dipakai untuk menjelaskan
tentang dosa dan kejahatan manusia. Dosa
dan kejahatan merupakan teka-teki.31 Sedangkan Frame mengatakan berkaitan dengan
masalah kejahatan sebenarnya Allah memiliki jawaban tetapi Ia memilih untuk
tidak mewahyukannya kepada kita, setidaknya tidak secara komprehensif. Pemikiran kita haruslah tunduk terhadap
wahyuNya, dan jika wahyu tidak berbicara tentang satu hal, maka kitapun harus
diam.32
Jadi
kesimpulannya bahwa berkaitan dengan problem kejahatan, penulis berpendapat
bahwa problem kejahatan merupakan misteri yang sulit dipecahkan sebab Allah
tidak pernah menjelaskan kepada manusia dalam wahyunya, mengapa Allah yang Maha
Baik, Maha Agung dan Maha Kuasa mengijinkan adanya kejahatan dalam dunia.
Hoekema mengutib pendapat Van Til mengatakan:
Suatu teodisi Kristen … perlu
dengan jelas dimulai dari presaposisi mengenai Allah yang mandiri. Sudah pasti bahwa Allah yang mandiri, yang
mengendalikan segala hal dan mengetahui segala hal karena Ia mengendalikan
mereka, bisa memakai sarana terbaik untuk mencapai tujuannNya. Tetapi apak sarana-sarana terbaik tersebut
? Tidak lain adalah apa yang dipandang
Allah tepat untuk dipakai. Dan karena
sarana-sarana tersebut adalah apa yang dipandang tepat oleh Allah untuk
dipakai, maka mereka bisa saja seluruhnya berada diluar kemampuan pemahaman
manusia. Mengapa dirinya harus menderita
merupakan hal yang seluruhnya berada di luar pemahaman Ayub … . Ia
mendapatkan solusinya hanya ketika ia akhirnya menyerahkan diri secara penuh
kedalam tangan Allah yang berdaulat.
Sudah pasti kebijaksanaan Allah tampak di dunia ini, dan manusia bisa
melihat sebagian darinya. Tetapi tetap
benar bahwa Allah merupakan Allah yang menyembunyikan diriNya, dan tidak ada
orang yang layak menguji untuk menyetujui atau mengutuk perbuatan-perb uatan
Yang Maha Kudus dengan standart dirinya.33
Problem evil merupakan
persoalan teologis yang rumit dan sulit dipecahkan. Walupun hal itu sudah dibicarakan sejak zaman
abad-abad permulaan sampai sekarang, para ahli belum menemukan solusi yang
tepat. Agustunius sebagai salah satu
tokoh yang mencoba menjelaskan masalah kejahatan. Namun penjelasan Agustin masih belum
memuaskan karena pemikirannya banyak kelemahan dan menimbulkan pertanyaan. Bahkan penulispun tidak setuju dengan
pemikiran Agustinus tersebut34. Oleh karena itu masalah kejahatan merupakan
miasteri yang belum memiliki jawaban sebab Allah sendiri tidak mewahyukan
kepada manusia mengenai solusi berkaitan dengan masalah kejahatan.
Kepustakaan
Augustinus, Pengakuan-Pengakuan, Jakarta: Kanisius, 1997.
Berkhof.
Louis, Teologi Sistematika: Doktrin
Allah, Jakarta:Lembaga Reformed
Injili Indonesia, 1993.
Brown. Colin, Filsafat
dan Iman Kristen 1, Jakarta: Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1994.
Frame. John. M, Cornelius
Van Til: Suatu Analisis terhadap Pemikirannya, Surabaya: Momentum, 2002.
Hoekema. Anthony. A, Manusia:
Ciptaan menurut Gambar Allah,
Surabaya: Momentum, 2003.
Lane. Tony, Runtut
Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Nash. Ronald. H,
Iman dan Akal Budi, Surabaya:
Momentum, 2001.
Packer. J. I, Rencana
Allah bagi Anda, Surabaya:
Momentum, 2004.
Platinga. Cornelius, Tidak
seperti Manusia Semula, Surabaya:
Momentum, 2004.
Platinga. Alvin, God,
Freedom and Evil, Grand Rapids:
Eerdmans, 1974.
Xie.
Wenyu, Augustine’s Theology Reader, International Theological
Seminary, 2005
1 Abad permulaan ini menunjuk pada
abad 1 – 5 dimana para teolog dan filsuf saat itu banyak berdebat mengenai
masalah kejahatan. Salah satu teolog
yaitu Agustinus.
2 Nash. R, Iman dan Akal Budi : Usaha
Mencari Iman yang Rasional, hlm. 272.
3 Para Filsuf
4 Nash. R, Iman dan Akal Budi,: Usaha
Mencari Iman yang Rasional, hlm. 272.
5 Xie. W, Diktat : The Problem of Evil. Hlm …..
6 Nash. R, Iman dan Akal Budi : Usaha
Mencari Iman yang Rasional, hlm. 272.
7 Diktat, Xie, hlm. 45
8 Manikheisme adalah agama Persia
9 Agustin adalah beragama Katolik
sebab ibunya adalah seorang Katolik yang taat.
10 Lane. T, Runtut Pijar: Sejarah
Pemikiran Kristiani, hlm. 38
11 Ibid, hlm. 39.
12 Augustine, Confession, hlm.
13 The Holy Bible.
14
Lane. T, Runtut Pijar: Sejarah pemikiran Kristiani, hlm. 39
15
Bukunya yaitu : Confession, city of God, dll.
16
Pandangan ini bertentangan dengan pandangan Manikheisme yang menolak kehendak
bebas manusia.
17
Augustine, Confession, hlm. 183.
18
Pandangan itu merupakan ajaran manikheisme.
19
Brown. C, Filsafat dan Iman Kristen I,
hlm. 13
20
Augustine, Confession, hlm. 185-186.
21 Augustine, The City of God, hlm. 13.14
22 Ajaran kedaulatan Allah ini yaitu ajaran
tentang keberadaan Allah, dimana Allah adalah Allah yang berdaulat untuk
menetapkan dan merencanakan dalam kekekalan tentang segala sesuatu yang terjadi
dalam dunia ini. Jadi apa yang terjadi
dalam dunia ini tidak ada yang terlepas dari ketetapan Allah.
23
Frame. J, Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Till, hlm. 88
24 Ibid, hlm. 83.
25 Berkhof. L, Teologi Sistematika:
Doktrin Allah, hlm. 179.
26
The Holy Bible.
27 Packer. J, Rencana Allah bagi Anda, hlm. 14-16.
28 Kej. 3
29 Hoekema. A, Manusia: Ciptaan menurut gambar Allah, hlm. 83.
30 Bavinck. H, Dogmatiek. 3.8
31 Hoekema. A, Manusia: Ciptaan menurut
Gambar Allah, hlm. 169.
32 Frame. J, Suatu Analisis terhadap
Pemikirannya Cornelius Van Til hlm. 89
33
Frame. J, Suatu Analisis terhadap
Pemikirannya Cornelius Van Til. Hlm. 89.
34
Bnd. Bab III diatas.
0 komentar:
Post a Comment