5:09 AM
0

rec.or.id

Pendahuluan
            Dewasa ini banyak  orang yang berpikir dengan sungguh-sungguh pasti pernah menhadapi masalah asal mula manusia.   Sewaktu ia menoleh ke sejarah masa lampau, ia melihat bahwa manusia yang ada sekarang ini telah lahir dari manusia yang telah lewat proses keturunan alamiah selama ribuan tahun.  Dalam meneliti asal usul manusia sesorang yang sudah percaya akan berhadapan dengan persoalan dasar:  adakah manusia dibentuk dari tangan Allah, dan mewariskan sifat-sifat Allah sendiri, atau manusia itu berkembang melalui proses alamiah?.   Golongan evolusionis yang berhaluan teistis mengajarkan bahwa manusia itu hasil dari proses evulusi alamiah dari suatu bentuk kehidupan yang lebih sederhana.[1]
           
Pembahasan
Pandangan Evalusioner Tentang Asal Usul  Manusia
Teori evolusi tidaklah selalu dinyatakan dalam bentuk yang sama.  teori ini kadang-kadang disebutkan seolah-olah manusia adalah keturunan langsung dari salah satu spesies manusia kera yang sekarang ini ada dan kemudia seolah-olah manusia dan kera yang lebih tinggi mempunyai nenek moyang yang sama.[2]          pandangan evolusi biologis tentang manusia , menganggap manusia itu sebagai binatang menyusui yant cerdas, yang pertumbuhannya berlangsung menurut evolusi, dari tingkat yang rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.   Darwin dan Spencer, dua orang plapor pandangan evolusi biologis tentang manusia, yang dianggap sebagai hukum utama evolusi ialah “struggle for life” dan “survival of the fittest”:  “perjuangan untuk mempertahankan hidup” dan “yang kuat akan dapat bertahan”.[3]
Darwin dalam usahanya untuk membuktikan keturunan manusia dari spesies kera anthropoid bersandar pada (1) argumen akan kesamaan struktur antara manusia dan hewan yang tingkatannya tinggi; argumen embriologis; dan (3) argumen dari organ-oragan yang berkembang. Atas tiga argumen ini kemudian ditambahkan lagi: (4) argumen yang diturunkan melalui tes dara dan, (5) argumen paleontologis.  Akan tetapi tidak ada satu pun argumen yang cocok untuk membuktikan bahwa manusia hasil dari evolusi dari hewan.[4]
Memang.Pandangan evolusi biologis ini menyangkal Allah dan pernyataan-Nya.Disini penyelidikan ilmiah menjadi ukuran untuk menentukan yang baik dan yang jahat.  Lagipula disini penyelidikan ilmiah itu terbatas kepada penyelidikan biologis, secara kimiawi dan fisik, seakan-akan manusia hanya dapat diterangkan menurut proses kimiawi dan biologis.  Disini derajat manusia direndahkan menjadi setaraf dengan binatang cerdas, yang tidak bertanggung jawab kepada Allah.[5]

Penjelasan Alkitab Tentang Asal Usul Manusia
Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa manusia bukan sebuah hasil dari proses evolusi, tetapi di dalam kitab Kejadian 1 terdapat kalimat-kalimat yang terkenal mengenai kejadian manusia “maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (27).  Pernyataan, bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar Allah (di dalam bahasa Ibrani: salem), (di dalam bahasa Yunani: eikon), dan seperti rupa Allah (di dalam bahasa Ibrani: demut), dan (di dalam bahasa Yunani:  homoiotes).[6]
Kata “gambar” dan “rupa” dipakai secara bersinonim dan dipakai saling bergantian dan juga demikian tidak menunjuk dua hal yang berbeda.Dalam Kej 1:26 kedua kata ini dipakai, tetapi dalam ayat 27 hanya kata pertama yang dipakai.Kenyataan ini cukup untuk mendukung keseluruhan ide ini.Dalam Kej 5:1 hanya kata “rupa” yang dipakai, tetapi dalam ayat 3 kedua kata itu mencul lagi.Kej 9:6 hanya memakai kata “gambar” untuk menunjukan keseluruhan.[7]
Salah satu  teolog membedakan arti dari kata “gambar” dan “rupa”.  Agustinus berkata bahwa gambar mengacu kepada cognitio veritatis dan rupa mengacu kepada amor virtutis, yang pertama berhubungan dengan intelek dan yang kedua berhubungan dengan aspek moral.  Tetapi istilah gambar dalam bahasa Ibrani tselem dan rupa Demuth- dalam bahasa inggris disebut sebagai imagedan lakeness mengandung pengertian Diciptakan menerut “gambar” dan “rupa” Allah berarti bahwa manusia benar-benar diciptakan mirip dengan Tuhan.[8]
Itu sebabnya penggunaan kedua istilah itu kadang disebut kedua-duanya, Kejadian 1:26, tetapi juga sering disebut hanya salah satu dari keduanya misalnya pada Kejadian 1:27 hanya disebut kata gambar, dalam Kejadian 5:1 hanya “rupa” yang muncul.[9]  Namun hal ini tidak mengurangi sesuatu apapun, dan malah  membuktikan bahwa manusia memang segambar dan serupa dengan Allah.  
Manusia secara umum diciptakan segambar dan serupa dengan Allah  Tritunggal (Kej 1:26).  Gambar dan rupa dalam pengertian luas memiliki arti bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang berpribadi.Artinya, karena Allah adalah berpribadi maka manusia juga bersifat pribadi.  Keperbadian manusia mencankup adanya pikiran, emosi, kehendak dan juga kesadaran dan juga kesadaran akan diri.   Oleh karena dianugerahi sifat-sifat seperti ini, maka manusia memiliki begitu banyak potensi di dalam dirinya.  Terdapat kemiripan secara analogi dengan apa yang ada dalam diri Tuhan, misalnya potensi untuk mencipta, potensi untuk menikmati hasil ciptaan, dan juga menikmati hal-hal yang agung, mulia, dan indah.[10]
Dalam Kejadian 1:26-30 Allah menciptakan manusia dalam gambar-Nya dan memberikannya kuasa atas tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang.  Dalam Kej 2:15 Allah menempatkan manusia dalam taman Eden “untuk mengusahakan dan memelihara.”  Seluruh prikop ini memberikan manusia tanggung jawab dan hak-hak yang penting dalam relasi dengan Allah dan tatanan yang diciptakan.Pertama, manusia diciptakan dalam gambar Allah.Dialah seorang ciptaan, bukan pencipta, maka lebih rendah dari pada Allah.pada saat yang sama, karena diciptakan dalam gambar Allah, manusia seperti Allah dalam berbagai hal.  Kejadian 1:26-27 mengundang pembaca untuk memikirkan mengenai hal-hal dimana manusia adalah seperti Allah.  manusia adalah seorang pribadi, dapat berpikir, berbicara, dan mendengar, dan berespons kepada Allah dalam penyembahan.[11]Allah secara jelas menunjukan superioritas manusia dibandingkan binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Kejatuhan Manusia: Sifat Serta Akibat-Akibat Dosa
Berbagai dampak dosa yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya, dan menakutkan.  Sebelum kejatuhan, Adam dan Allah bersatu satu sama lain; setelah ketajatuhan, persekutuan itu putus.   Manusia pertama mulai menyadari ketidak senangan Allah terhadap mereka;  mereka telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, oleh karena itu mereka bersalah.  Mereka sadar bahwa mereka telah kehilangan kedudukan mereka di hadapan Allah dan bahwa kini mereka berada di bawah penghukuman-Nya.[12]
Karena manusia telah jatuh dan terus-menerus berada dalam pemberontakan terhadap Allah, maka hasil-hasil aktivitas manusia menderita kerusakan.Kerusakan mungkin tidak kentara tetapi serius, seperti kerusakan yang terjadi ketika para ilmuwan melakukan penyembahan berhala dengan menerima gagasan hukum nonpersonal yang otonom dan berdiri sendiri, untuk menggantikan Allah Alkitab, yang firman-Nya adalah hukum.[13]
Akibat dari pelanggaran yang telah mereka perbuat.Mereka merasa malu, hina, dan tercemar.Ada sesuatu yang harus mereka semunyikan.Mereka telanjang dan tidak dapat tampil di hadapan Allah dalam keadaan yang keji.  Mereka tidak hanya malu tampil di hadapan Allah, tetapi mereka juga malu saling berhadap-hadapan satu sama lain.  Secara moral mereka telah hancur.Allah telah berfirman kepada Adam “pada hari engkau memakannya, pasti engakau akan mati” (Kej 2:17).Kematian itu pertama-tama kematian rohani, yaitu terpisah jiwa dari Allah[14].kamatian yang kedua adalah kematian jasmani yaitu tubuh atau fisik manusia.  Dalam keadaan manusia yang telah jatuh didalam dosa, maka Allah memutuskan bahwa seluruh manusia adalah orang berdosa di dalam Adam,  sama halnya dengan Ia memutuskan bahwa semua orang percaya menjadi benar dalam Kristus Yesus.

Kesimpulan
Di dalam kejatuhan manusia.Manusia telah kehilangan relasi dengan Allah.   Namun waupun manusia telah jatuh  dalam dosa, dan telah rusak secara moral manusia masih mewariskan rupa dan gambar Allah itu secara intelektual, manusia masih memiliki sifat-sifat Allah yaitu:  Mempunyai kehendak, pemikiran, perasaan, serta keinginan.Kejatuhan manusia dalam dosa yang telah menjadikan manusia mengalami kerusakan total, dan kehilangan gambar dan rupa Allah.  Dalam artinya bahwa manusia telah rusakan  secara yang maksimal.  Rasul Paulus menuliskan dalam “karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemulian Allah,”.  Namun dalam hal ini kerusakan total tidak berarti hilangnya kebaikan relatif. 
Katekismus memberikan sebuah difinisi yang jelas tentang kebaikan.Katekismus menyatakan bahwa “hanya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dari iman yang sejati, sesuai dengan hukum Allah, dan bagi kemulianNya.”  Jadi dalam hal kerusakan total ini manusia masih memiliki watak atau sifat Allah yang masih diwarisi oleh manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Berkhof,  Louis. Dokterin Manusia. Surabaya:  Momentum. 2015.

Berkhof,  Louis, Doktrin Allah. Surabaya: Momentum. 2011.

Matalu,  Muriwali Yanto. Dogmatika Kristen. Malang: Gerakan Kebangunan Reformasi. 2017.

Sabdono,Erastus.  Gambar Diri.  Jakarta:  Rehobot Literatur 2017.

Thiessen, Hendry C.. Teologi Sistematika. Malang. Gandum Mas. 1992.

Poythress, Vern S.. Menembus Sains.  Surabaya: Momentum.  2013.

Palmer, Edwin  H.  .  Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum.  2005.

Verkuyl J.  Etika Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.






[1]Hendry C. Thiessen. Teologi sistematika, (Malang,  Gandum Mas. 1992). Hlm. 231.             
[2]Louis Berkhof.  doktrin manusia. (Suyabaya: Momentum.  2015).  Hlm. 9.
[3]J verkuyl.  Etika Kristen.  (Jakarta: BPK Gunung Mulia).  Hlm. 28-29.
[4]Louis Berkhof.  doktrin manusia. (Suyabaya: Momentum.  2015).  Hlm. 13.
[5] J verkuyl.  Etika Kristen.  (Jakarta: BPK Gunung Mulia).  Hlm. 29.
[6] J verkuyl.  Etika Kristen.  (Jakarta: BPK Gunung Mulia).  Hlm. 31-32.
[7] Louis Berkhof.  doktrin manusia. (Suyabaya: Momentum.  2015).  Hlm. 48.
[8]Muriwali Yanto Matalu. Dogmatika Kristen. (Malang. Gerakan Kebangunan Reformasi. 2017). Hlm.  343.
[9]Ibid.  Muriwali Yanto Matalu. Hlm.  343.
[10]  Muriwali Yanto Matalu. Dogmatika Kristen. (Malang: Gerakan Kebangunan Reformasi. 2017). Hlm. 346.
[11]   Vern S. Poythress. Menembus Sains.  (Surabaya: Momentum.  2013).  Hlm. 164.
[12]Hendry C. Thiessen. Teologi Sistematika. (Malang. Gandum Mas.1992). Hlm. 279-278.
[13] Vern S. Poythress. Menembus Sains.  (Surabaya: Momentum.  2013).  Hlm. 162.
[14]Ibid Hendriy C. Thiessen. Hlm.

0 komentar:

Post a Comment