3:16 AM
0
claudiahei.blogspot.com

            Walaupun kitab Ulanganmerupakan kitab terakhir kitab Taurat, namun itu bukan berarti merupakan tambahan saja sebagai kitab Ulangan sebagai kitab terakhir menempati tempat yang penting dalam keutuhan kitab Taurat. Baxter menyatakan kesatuan lima kitab Taurat demikian:
Pentateukh merupakan Alkitab mini. Kejadian menceritakan tentang kejatuhan manusia dalam dosa, Keluaran tentang kelepasan oleh darah dan kuasa, Imamat tentang persekutuan berdasarkan penebusan, Bilangan tentang pimpinan menurut kehendak Allah dan Bilangan tentang pimpinan menurut kehendak Allah dan Ulangan tentang pemilihan oleh kasih setia Allah.   
Di kalangan orang Ibrani, kitab Ulangan disebut (alah ha debarim), artinya: 'inilah perkataan-perkataan'. Sering kali juga diekenal dengan (misnah ha torah) yang diambil dari perkataan dalam Ulangan 17:18. Sebuatan lain adalah "shepher lokhahoth" artinya 'buku nasehat/teguran'. Septuaginta menterjemahkan(copy of this law), dan Vulgata memakai istilah "Deuteronium" (deuteros artinya 'kedua', nomo artinya 'hukum').  
Garis besar pengajaran dalam kitab Ulangan nampak sebagai berikut:
1.     Kitab Peralihan
Disebut sebagai kitab peralihan disebabkan 4 alasan, yaitu:
a.     Peralihan dari generasi tua (sejak keluaran) kepada generasi baru. Generasi tua telah mati dan hanya tiga tokoh yang disebutkan dalam kitab Ulangan, yakni Musa, Kaleb dan Yosua. Generasi yang dilahirkan selama masa pengembaraan di padang gurun dipersiapkan untuk memasuki tanah Kanaan.
b.     Peralihan kepada pemilikan yang baru, yakni pengembara beralih dan menetap di tanah Kanaan.
c.     Peralihan kepada pengalaman (hidup) yang baru, kemah akan diganti dengan rumah, kehidupan pengembaraan berubah menjadi kehidupan menetap, makanan padang gurun akan diganti dengan susu, madu, gandum dan anggur Kanaan.
d.     Peralihan kepada suatu penyataan Tuhan kepada penyataan kasih-Nya, perkataan  tentang kasih Tuhan banyak terdapat dalam kitab Ulangan (4:37; 7:7-8; 23:5).
2.     Pengajaran Azasi dalam kitab Ulangan
a.     Fakta Azasi (psl. 1-5)
Dalam bagian ini terdapat semua bagian Musa terhadap fakta azasi yang telah dialami oleh Israel yang juga telah menjadi dasar pengajaran penting bagi kehidupan religius bangsa Theokrasi. Segala pengalaman yang telah dialami bangsa Israel dengan Tuhan menjadi dasar keyakian mereka terhadap Yahweh, Allah Yang Esa. Penegasan tentang keyakinan terhadap Yahweh Yang Esa ditegaskan dalam rumusan sangat penting, yakni "shema" (dengarlah) hai Israel (Ul. 6:4-5).    
Kata Ibrani (shema) sinonim dengan kata "qashab" dapat diartikan 'perhatikanlah, berikan pendengaran' (azan), 'taatilah' merupakan perintah yang harus didengar, dipahami, ditaati dan dilaksanakan dalam hidup bangsa Israel bahwa Allah adalah Esa dan hanya Yahwelah yang harus dikasihi serta hanya kepada-Nya Israel harus berbakti dan memberikan ibadahnya. Hal ini mengandung makna religius sangat penting mengenai paham monoteistis dalam kehidupan bangsa Israel.
Kata "echad" untuk ke-Esa-an Allah dalam konsep Ibrani jelas menunjuk kepada Allah Yang satu-satunya (Ul. 6:4-5), tidak ada yang dapat disejajarkan dengan-Nya.    
 
b.     Kebenaran Azasi
Dalam Ul. 6:23 secara tersurat merupakan kesimpulan atas semua karya penebusan Israel dari Mesir: "Tetapi kita dibawa-Nya keluar dari sini, supaya kita dapat dibawa-Nya masuk untuk memberikan kepada kita negeri yang telah dijanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang kita". Dari pernyataan ini ada 3 kebenaran dalam peristiwa Allah memimpin Israel keluar dari Mesir, yaitu:
Pertama, fakta historis "kita dibawa keluar", NASB menulis "And He brought us out" menggaris bawahi tndakan Allah masa lampau dengan segala keajaiban / tindakan-Nya membawa Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Bagi Israel, sejarah ini harus diingat (bnd. Maksud perayaan paskah) sebagai landasan pengajaran yang sangat penting akan segala maksud Allah, bahwa Israel harus keluar dari budaya dan lingkungan religius Mesir kepada kehidupan religi dan sosial yang ditetapkan Allah.
Kedua, tujuan peristiwa keluaran adalah membawa masuk Israel ke tanah Perjanjian. Suatu tanah yang baru yang dikatakan berlimpah susu dan madu, suatu tempat penuh berkat dimana Allah sendiri akan memerintah umat-Nya.
Ketiga, alasan karya Allah di atas jelas bukanlah karena keistimewaan Israel dari bangsa lain, melainkan Allah sendiri menepati janji-Nya kepada nenek moyang Israel untuk menjadikan mereka bangsa yang besar dan diberkati, untuk menjadi terang kepada bangsa-bangsa lain akan pengenalan terhadap Allah (bnd. Konsep sentrifugal). 
c.     Tuntutan Azasi
Frase "masa sekarang" (Ul. 10:12) menegaskan kewajiban azasi yang harus dijalani oleh Israel setelah mengalami kebenaran azasi Allah, yakni:
Pertama, takut akan Tuhan. Kata (yare) diartikan sebagai rasa takut / hormat yang sangat positf terhadap Allah yang dieksresikan dalam kemurnian moral, kemurnian ceremonial dan kemurnian etis (perilaku).
Kedua, mengasihi Allah. Kata  (ahab artinya mengasihi) dalam konteks hubungan perjanjian Allah dengan Israel mengungkapkan kasih yang tak terungkap dalam kata-kata melainkan nyata dalam limpahan anugerah Allah terhadap umat-Nya.
Ketiga, senantiasa hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Kata Ibrani:(derek) diartikan 'cara hidup' (way of life), kebiasaan-kebiasaan/adat istiadat da cara berpikir (way of thinkhing).
Keempat, beribadah dengan segenap hati. Inilah dasar terpentingdari ibadah Israel. Allah menghendaki ibadah dengan "hati dan jiwa". Kata "leb" (hati) secara simbolis menunjuk kepada totalitas kedalaman diri manusia. Demikian pula kata "nepesh" menunjuk kepada kehidupan dan spirit. Dalam arah tersebut Calvin memberi komentar:  
Allah tidak memerintahkan orang mempersembahkan korban supaya pemuja-pemuja-Nya sibuk dengan tugas-tugas duniawi. Sebaliknya, hal itu dilakukannya agar pikiran mereka tertuju kepada hal-hal yang lebih mulia. Hal ini dapat dilihat secara jelas dari sifat-Nya sendiri. Karena sifat -Nya rohani maka hanya ibadah rohanilah yang menyukakan hati-Nya.    
d.     Jaminan Azasi
Segala syarat dan peraturan perjanjian di Sinai (Horeb) yang dulu telah diumumkan kepada generasi tua, kini diulang kembali kepada generasi muda (Im. 26). Maksud semuanya tersebut untuk memberikan jaminan kepada generasi muda bahwa pelanggaran terhadap perjanjian akan berakibat hukuman yang berat.
Ul. 28 merupakan pengulangan ancaman hukuman, yaitu pencerai-beraian akan kehancuran tanah Kanaan sehingga menjadi sunyi sepi (Im. 26:32-33; Ul. 28:63-68) yang akhirnya memang tergenapi. Namun demikian, perjanjian Sinai bukanlah dasar perjanjian terakhir Allah dengan umat-Nya, sebab yang menjadi dasar perjanjian kekal Allah adalah perjanjian dengan Abraham yang tak bisa dibatalkan, karena telah dimeteraikan dengan darah dan diteguhkan dengan sumpah Allah sendiri. Sehingga walaupun Israel pada akhirnya menerima hukuman Allah, namun perjanjian-Nya dengan Abraham tidak pernah dibatal (Im. 26:33, 40, 42). Hal ini ditegaskan lagi dengan tindakan Allah untuk menguhkan perjanjian tersebut (Ul. 30:6). Hal serupa dicatat oleh Yeremia dalam Yer. 31:31-34.  

0 komentar:

Post a Comment