3:11 AM
0
sumber gambar: bangkitmedia.com

            Kitab Keluaran yang mencatat kisah kehidupan Israel di Mesir dimulai dengan menyebutkan kembali anak-anak Israel yang hijrah ke Mesir. Dalam kitab bangsa Yahudi, kalimat pertama dari kitab Keluaran 1:1 menjadi judul dari kitab tersebut. Kata (ha eleh ayamut) diartikan 'inilah nama-nama'. Nama Keluaran dalam bahasa Indonesia menurut versi LXX, yakni (excdos). Penyebutan kembali anak-anak Israel menekankan sisi penting dari kitab Keluaran sebagai laporan sejarah.

Kesengsaraan Israel di Mesir
            Latar belakang kesengsaraan Israel di Mesir adalah kekuatiran raja Mesir terhadap perkembangan jumlah penduduk Israel di Mesir (1:8). Perkembangan jumlah penduduk Israel di Mesir merupakan indikasi penting akan penggenapan janji Allah kepada keturunan Abraham. Kata  (paru) yang diterjemahkan 'beranak cucu' memiliki arti dasar yang menunjuk kepada pertumbuhan pohon yang sehat yang mengeluarkan buah yang lebat dan subur. Demikian juga kata  (yishretsu) adalah ungkapan kata yang dipakai untuk menggambarkan 'ikan yang berkeriapan' (kata yang sama juga dipakai dalam Kejadian 1:20), sehingga dikatakan dalam negeri itu (tanah Gosyen) dipenuhi mereka. 
            Kesengsaraan Israel di Mesir juga merupakan sejarah penting karena mengenai hal ini Allah telah menubuatkannya kepada Abraham (bnd. Kej. 15:13-14). Allah di dalam otoritas-Nya yang mutlak menjadikan segala peristiwa untuk maksud-maksud yang mulia, karena peristiwa ini akan menjadi latar belakang sejarah Israel sebagai bangsa Theokrasi sekaligus menjadi latar belakang sejarah penyataan Allah melalui perbuatan-Nya yang dahsyat yang langsung menjadi pelajaran sangat berharga kepada Israel dan banyak bangsa akan keberadaan-Nya.
            Penderitaan Israel nampak dalam ungkapan ay. 13 "Lalu dengan kejam orang Mesir memaksa Israel bekerja., dan memahitkan hidup mereka ...". Kalimat "dengan kejam dipaksakan" (ay. 14) dalam bahasa Ibrani  (baabodah kasah) arti hurufiahnya "cengkeraman perbudakkan yang sangat keras" merupakan keadaan hidup menyeluruh bangsa Israel. Kata "baabodah kasah" juga merupakan penekanan yang ekspresif tentang kehadiran Allah sebagai pembebas Israel dari perbudakan Mesir. Hal ini juga sekaligus secara teologis menggaris-bawahi konsep teologis Allah sebagai inisiator dalam pelaksanaan perjanjian  penebusan. Dalam situasi yang sulit bagi bangsa Israel ini ada garis merah yang senantiasa nampak, yakni campur tangan dan perlindungan Allah. Bidan-bidan yang disebut dalam ayat 14 tidak berani membunuh anak-anak Israel sebab mereka adalah orang-orang yang mengerti dan mentaati hukum Allah, secara khusus mengenai pengharapan Allah terhadap darah manusia sebagai lambang hidup yang diberikan kepada setiap manusia (bnd. Kej. 9:6).
            Berkat Allah kepada bidan-bidan yang telah menyelamatkan anak-anak Israel nampak dalam ekspresi dua kata, yaitu: kata "membuat" (asah) bisa diartikan "menetapkan" menunjuk kepada pengertian aktifitas Allah secara kreatif untuk menetapkan atau mengerjakan sesuatu. Ekspresi ini juga nampak dalam pemakaian Hakim-hakim 1:24, dengan kata "memperlakukan". Allah memperlakukan kepada bian-bidan tersebut perbuatan-Nya sesuai iman dan ketaatannya kepada kehendak-Nya. Hal ini juga menunjuk kepada pengertian bahwa Allah berada di pihak orang-orang yang mentaati perintah-Nya.
            Perlakukan Allah terhadap bidan-bidan tersebut diekspresikan lebih jauh bahwa Allah membuat mereka "berumah tangga". Kata “ " (bayith) memang bisa diartikan "rumah tangga atau famili" yang merupakan pengungkapkan mengenai kehidupan yang penuh damai, relax dan ketentraman rumah tangga.     

Kelahiran Musa (psl. 2:1-10).
Mengenai bayi Musa (2:2) memberikan penjelasn bahwa "anak itu cantik"  'ki tob hu' "bahwa ia adalah baik"). Hal ini mengartikan bahwa Musa dilahirkan bukan hanya sempurna dalam pengertian bayi yang cantik secara fisik, namun lebih lanjut kalimat tersebut membawa interpretasi bahwa bayi Musa menarik hati Allah. Dalam konteks cerita kelahiran Musa, kelahirannya dicatat sebagai penekanan kepada otoritas pemilihan Allah bagi Musa untuk menjadi tokoh yang kepadanya Allah akan melanjutkan penggenapan sejarah penyelamatan-Nya. Nama Musa dalam bahasa Ibrani "Mosheh", artinya "orang yang dilempar keluar dari air".
Keterlibatan Musa terhadap keprihatinan Israel dikisahkan dalam pasal 2. Keterikatan hatinya terhadap bangsanya nampak dalam ungkapan pasal 13, kata "teman" (reyah) artinya bukan hanya "teman" melainkan lebih jauh diartikan "yang dikasihi". Dalam konteks tertentu kata ini juga dipakai untuk menyebut "suami / orang yang sangat dekat". Dalam hal ini sangat jelas terlihat betapa besar campur tangan Allah terhadap Musa, bahwa walaupun sebagian besar hidup masa mudanya berada di tengah budaya, agama serta lingkungan Mesir, namun hatinya sebagai anggota umat perjanjian Allah tidak pernah luntur. Demikian juga begitu kuatnya rasa penghayatan kerohanaian keluarga Ibrani terhadap iman dan Allahnya sehingga memungkinkan mewariskan secara demikian baiknya pengenalannya akan Allah terhadap anak-anak mereka.
Pelariannya ke tanah Median (ay. 16) daerah yang diperkirakan berada di sebelah timur Laut Merah yang tidak jauh dari gunung Sinai, menjadi tempat dan latar belakang panggilan Allah terhadap Musa untuk menjadi alat-Nya. di Median, ia bertemu dengan Rehuel dan kawin dengan Zipora, dan memiliki 2 orang anak, yaitu Gershom yang secara literal berarti "orang asing" dan Eliezer (Kel. 18:4).


Pangillan Musa (Kel. 3:1-8; Kel. 6:2-8).
Dalam ayat 1, Yitro disebut mertua Musa. Bahasa Ibrani untuk kata "mertua" adalah (chothan), diterjemahkan 'bapa dalam hukum' adalah suatu istilah yang menggambarkan ikatan hukum dalam perkawinan. Ada kemungkinan bahwa Rehuel telah mati dan hubungan Musa. Rehuel sebagai mertua diganti oleh Yitro sehingga Yitro (saudara Zipora) menggantikan posisi ayahnya sebagai mertua secara hukum/adat perkawinan. Beberapa hal yang sangat penting dalam konteks nats ini nampak sebagai berikut:
a.     Malaikat Tuhan
Kata malaikat Tuhan (malach Yehovah) menunjuk kepada representasi kehadiran Allah sendiri. Hal ini terlihat pada    ayat 4, "Malaikat Tuhan" juga disebut TUHAN (YHWH) dan Allah (Elohim). Dia adalah pemberita dimana melalui Dia kehadiran Allah dinyatakan. Dengan pemahamam bahwa Allah  adalah bebas untuk membuat kehadiran-Nya dipahami manusia, walaupun dalam PL sulit untuk memisahkan pengertian Malaikat Tuhan sebagai utusan Allah atau Allah sendiri. Maka tidak terlalu berlebihan untuk memahami kehadiran Malaikat Tuhan sebagai kehadiran Allah sendiri, sebab dalam beberapa kehadiran Allah dinyatakan dalam berbagai bentuk. Kehadiran-Nya di samping menyampaikan maksud juga menghakimi dan melindungi.  
b.     Kehadiran Allah kepada Musa memiliki maksud jelas dalam ayat 7-10, dan maksud Allah tersebut didahului penyataan diri-Nya sebagai jaminan terhadap Musa. Repetisi "Akulah Allah ayahmu", Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub (ay. 6) menggaris bawahi pengertian adanya Allah yang sama yang telah menyatakan diri-Nya kepada Musa dan juga telah menyatakan diri-Nya kepada leluhur Musa. Ini sekaligus juga menjadi jaminan akan pengertian Allah perjanjian, Allah yang setia pada janji-Nya dan terus menggenapi janji-Nya dalam sepanjang sejarah. Kalimat "Akulah Allah ayahmu" menunjuk kepada identitas Allah sendiri. Walaupun pada saat itu bangsa-bangsa lain juga percaya dan menyembah ilah (Eloah), namun demikian identitas "Elohim" yang telah menyatakan kepada Musa adalah jelas, yakni "Elohim-abi" (Allah ayah-ayahmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub).
Kedua maksud Allah dalam kehadirannya kepada Musa dinyatakan, yakni:
·         Allah telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan Israel. Allah mengetahui dan mendengar seruan mereka, Allah telah turun untuk melepaskan mereka.
·         Allah memilih Musa menjadi utusan-Nya. Kalimat "Aku telah memperhatikan dengan sungguh" (raoh raithi) bukan hanya berarti Allah Maha Tahu (omniscient) melainkan Allah memandang dengan penuh iba sehingga mendorongnya untuk turun dan melepaskan umat-Nya. Demikian juga tujuan penyelamatan Allah jelas yakni membawa mereka ke tanah yang baik dan luas, negeri yang berlimpah susu dan madunya, tanah orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.
Catatan penting yang menjadi penekanan dalam penyataan Allah kepada Musa adalah penyataan nama Allah "Aku adalah Aku" Eheyeh asher Eheyeh) telah banyak menimbulkan interpretasi. Vulgata menerjemahkan "Ego sum quisum" (Aku adalah Aku), LXX menerjemahkannya dengan “Ego Eimi ho On” (Aku yang Ada), Yerusalem targum menerjemahkan "Dia yang telah berfirman sehingga dunia jadi, yang telah berfirman sehingga semua menjadi ada", Plato menterjemahkan "Oud ara onoma estin autou" (tidak ada nama yang dapat menyatakan sifat Allah).
Penafsiran yang dianggap tepat dari nama "Aku adalah Aku" ialah dengan menelusuri kata "eheyeh" yang berasal dari kata (ha-wa) dimana sesuai dengan konteks Musa diartikan sebagai kata kerja "ada" (Bhs. Ing. To be). Namun lebih jauh dalam Keluaran 34:6-7 nama "YHWH" menunjuk kepada esensi tabiat ilahi dimana Allah sendiri menyatakan diri-Nya dalam karakter-Nya bahwa Ia adalah "Yehovah" (Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Allah Perjanjian). El (Allah yang mengatasi segala ilah),  Rachum (pribadi yang penuh anugerah, yang penuh kesabaran dan kelembutan), Channum (pribadi yang penuh dengan kasih), Erech appayim (pribadi yang panjang sabar, tidak mudah menyakiti), Rab (Maha Agung), Chesed (berlimpah kebijakan), Emeth (sumber segala kebenaran), Noster chesed (yang menunjukkan kasih setia dan rahmat dari generasi ke generasi), Nose avon vaphesha vechattaah (yang telah menjauhkan segala pelanggaran dan dosa, Penebus, Maha-pengampun),  Nakkeh lo yenakkeh (Hakim yang benar, yang menghukum orang yang bersalah dengan adil), poked avon (yang menghukum orang yang melawan / melanggar).
Allah yang dikenal sebagai YHWH (orang Ibrani membaca: Adonai, Tuhanku) adalah Allah yang telah bekerja dalam sepanjang sejarah Patriakh (masa lampau, Kej. 3:15) adalah Allah yang sedang memperhatikan kesengsaraan Israel (masa kini, Kel. 6:2-4) adalah Allah yang akan membawa Israel ke tanah Kanaan (masa yang akan datang).
Penyataan nama pokok Allah, yakni "Elohim" (mis. Kej. 1:2-3) dan YHWH sama sekali tidak menunjuk kepada keyakinan politheisme, ataupun proses perkembangan agama Politheisme kepada agama Monotheisme (sebagaimana pandangan kaum Evolusionis), melainkan menggaris-bawahi pemahaman Allah yang transendent (Yang Ilahi-Elohim) adalah Allah yang imanent (Allah yanng telah menyatakan diri YHWH). Itulah sebabnya berdasarkan pemahaman tersebut dalam bagian lain nama-nama Allah tersebut digabungkan "TUHAN ALLAH" (Yehowah Elohim, 2 Sam. 5:10; Kel. 3:18; 6:6).
Ungkapan kalimat dalam 3:15 merupakan jaminan kehadiran Allah di tangah-tengah bangsa Israel bahwa nama "Yehowah Elohim" adalah nama Allah yang telah dikenal sejak penciptaan dunia (Kej. 2:4) sampai hari ini, bahkan nama itu akan menjadi nama abadi Allah, nama yang kekal (leolam) dan nama yang menjadi "peringatan" Ledor dor, nama untuk setiap peralihan dari generasi ke generasi.
Selanjutnya perihal panggilan dan pengutusan Musa ada studi kata yang menarik: dari kata "siapakah" yang terdapat dalam 3:11 yang diucapkan oleh Musa dan kata "siapakah" yang terdapat dalam 4:11 dimana di dalam kedua kata yang nampaknya sama tersebut mengandung arti yang berbeda dan prinsipil. Kata "siapakah" dalam bahasa Ibrani (mi) dalam kedua ayat tersebut mengandung ekspresi penekanan yang berbeda. Kata “mi” yang terdapat dalam 3:11 yang diucapkan oleh Musa adalah kata tanya (interogatif) afirmatif (yang menekankan) kepada keadaan pribadi Musa dimana ia sungguh merasa tidak mampu untuk melakukan tugas yang diberikan Allah kepadanya. Melalui kata tanya afirmatif (yang tidak memerlukan jawaban).
Dalam konteks yang sama, kata "mi" afirmatif tersebut juga dipakai dalam nats-nats lain  dalam Alkitab, mis. 2 Taw. 2:6; 2 Sam. 7:18 untuk menekankan kesadaran diri si penanya tentang keberadaan yang terbatas, lemah bahkan kesadaran akan dosa dan pelanggaran.
Namun demikian ada pemahaman yang bertolak belakang dari pemakaian kata tanya afirmatif (yang menekankan pertanyaan dan tidak membutuhkan jawaban) yang terdapat dalam Keluaran 4:11, dimana dalam konteks ini kata tersebut menekankan arti untuk tidak meragukan Tuhan. Kata tersebut menekankan hakekat Allah yang "Omnipotent" yang berkuasa dan mampu melakukan segala kehendak-Nya. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah sendiri bahwa Ia akan menyertai Musa. Kalimat "Aku akan menyertai lidahmu ..." (ay. 12) secara literal dapat dikatakan "Aku dan firman-Ku akan menyertai perkataan dari mulutmu”. Di sini jelas terlihat akan kuasa firman Allah yang dinamis.
Dari studi kata tersebut akan nampak kebenaran dalam konsep kenabian Israel bahwa seorang nabi adalah manusia biasa, ia bukan manusia ilahi sebagaimana konsep manusia sakti melainkan kenabiannya ditentukan oleh penyertaan firman Allah sendiri dalam hidupnya. Tanpa penyertaan firman Allah maka seorang nabi tidak lebih dari manusia biasa yang tidak memiliki kuasa apa-apa. Prinsip akan nampak dalam seluruh Alkitab bahwa manusia-manusia Allah yang menjadi subjek segala pekerjaan yang besar dan yang harus menjadi objek dari segala pusat perhatian, pusat penyembahan, dan pusat pengabdian umat manusia. Itulah sebabnya juga, penolakan Musa terhadap panggilan dan penguasaan Allah mendatangkan murka Allah, karena perkataan yang bersifat seruan "ah" dalam ayat 13 adalah ekspresi ketidak-percayaan dirinya serta ketidak-keyakinannya akan kuasa Allah yang telah dijanjikan. Kalimat "bangkitlah murka Tuhan ..." (ay. 14) secara literal dapat diartikan "maka wajah Allah menyala ..." sebagai ekspresi ketidak-sukaan Allah terhadap sikap Musa.  

2.     Perilah Sepuluh Tulah
Garis besar pengajaran mengenai tulah Allah terhadap Mesir terdapat dalam arti kata "tangan" (yad) Allah terhadap Mesir (Kel. 5:24, dst). Kata "yad" dalam bahasa tersebut merupakan arti simbolis untuk kuasa, kekuatan sehingga tulah dimaksudkan agar eksistensi Allah diakui. Peristiswa tulah juga merupakan ajang demonstrasi perlawanan kuasa Allah dan kuasa rohani orang Mesir.
Pernyataan Allah mengenai tulah Mesir harus dipahami secara benar (bnd. Kel. 4:21). Kata "mengeraskan" (chazak) secara literal dapat diartikan 'menambah kuat'. Memang telah menimbulkan banyak interpretasi yang merugikan yang tidak didukung oleh seluruh kebenaran Alkitab.
Dalam arah ini kita melihat bahwa tulah diberikan Allah setelah tanda-tanda (mujizat) dinyatakan sebagai peringatan dan hukuman dijatuhkan setelah tanda-tanda peringatan tidak diindahkan. Pasal 5 merupakan tanda-tanda, pasal 6 menegaskan pengutusan Musa untuk menjatuhkan hukuman / tulah kepada Mesir. Secara positif, kata yang sama dipakai dalam kitab Yosua 1:7, 23; 3:6. Dengan membandingkan kedua konteks tersebut (antara Firaun dan Yosua) akan dapat diambil kesimpulan bahwa posisi hati membawa akibat yang besar, bahwa pertobatan akan membawa (meneguhkan) kesetiaan kepada Allah, sedangkan hati yang menolak peringatan dan anugerah Allah bisa jadi akan menjadi bertambah keras. Dalam kasus Firaun nampak bahwa ia berkarakter melawan, sombong dan ganas (Kel. 1:2; 5:2; 7:13). Kalimat "kemudian bangkitlah raja Mesir ..." (1:8) merupakan indikasi waktu yang lama Israel mengalami penderitaan kekejaman raja Mesir.
Namun di balik peristiwa tersebut Allah pada akhirnya ingin menyatakan kebaikan-Nya kepada kedua bangsa ini. Kepada Mesir melalui tanda-tanda mujizat dan tulah-tulah, Allah hendak menyatakan bahwa ilah yang mereka percaya serta Firaun dan kekuatannya tidak mampu melawan Allah Israel, merupakan suatu pertobatan. Sedangkan kepada Israel Allah memberi jaminan dan eksistensinya dimana Israel dipersiapkan menjadi bangsa yang Theokrasi sekaligus Israel akan menjadi umat yang mengenal Allah sebagai terang bagi bangsa lain yang mencari Allah.
Dalam pasal 4:24-31, ada peristiwa penting dimana Musa hendak dibunuh oleh Tuhan, hal ini terjadi disebabkan Musa belum menyunat anak-anaknya, sehingga hal ini dianggap sebagai pelanggaran sunat bagi Musa dan keluarganya mereka terhisap ke dalam perjanjian penebusan dengan Allah dan syarat secara lahir yang tidak dapat dihindari adalah sunat, sebagai penegasan perjanjian dengan memotong korban (karat berit, Kel. 4:25; bnd. Kel. 17:9).       

0 komentar:

Post a Comment