Nama kitab pertama Kitab Taurat
dalam kontek Yahudi disebut beresyith, diartikan "pada mulanya" dalam
Talmud juga dikenal dengan sebutan "Kitab Penjadian Dunia". Septuagianta
menerjemahkan dengan kata genesos yang diambil dari Kejadian 2:4: "Demikian
riwayat langit dan bumi ..."
Historisitas
(keabsahan sejarah) dari kitab Kejadian nampak jelas dari bentuk sastra kitab
Kejadian yang banyak menuliskan asal-usul (dalam bahasa Ibrani disebut teledot). Kata ini bisa diartikan
"keturunan, generasi, riwayat", muncul sebanyak 10 kali (2:4; 5:1;
6:9; 10:1; 11:11, 27; 25:12, 19; 36:1; 37:2) dimana bentuk sastra ini sudah
biasa dipakai dalam riwayat keluarga-keluarga di Mesopotamia.
Permulaan Sistem Tatanan
Dunia dan
Seisinya (psl. 1:1-25).
Kej.
1:1 merupakan deklarasi Allah sebagai Pencipta alam semesta. Alkitab tanpa ragu
memberikan kepastian mengenai asal-usul alam semesta dan seisinya dengan
menunjuk Allah (Yahwe) sebagai penyebab utama (causa prima) terjadinya alam
semsta.
Kalimat
"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" (Kej. 1:1) dalam
transliterasi bahasa Ibrani nampak sebagai berikut:
1. "Pada
mulanya". Kata ini terletak pada bagian awal kalimat merupakan ekspresi
kalimat yang sangat penting/ menjadi tekanan adanya pandangan terhadap dunia
yang berpusat kepada Allah (Theo-centric Hebraistic idea of the world). Secara
teologis nampak adanya keterkaitan antara PL dan PB dimana kitab Kejadian 1:1
mencatat Allah sebagai Pencipta dan Mat 1:1 menjadi awal dari kisah penciptaan
kembali oleh Allah yang sama di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus (Yesus -
Y'shua artinya 'Allah Penyelamat).
2. Menciptakan.
Walaupun secara tegas sulit dibuktikan namun demikian, ada petunjuk dalam
Kejadian 1:1 bahwa kata bara
mengartikan aktivitas Allah mencipta dari kuasa firman-Nya, yang dibedakan
dengan kata 'asah' untuk menunjuk kegiatan manusia membuat sesuatu dari bahan
yang ada. John Skinner menafsirkan kata bara
mengandung empat ide penting dalam peristiwa penciptaan, yakni:
a. Penciptaan
adalah aktivitas Ilahi
b. Penciptaan
adalah sumber dari ide yang luar biasa dan ajaib.
c. Penciptaan
terwujud dengan sangat mudah (segi superioritas intelegensia Allah).
d. Creatio
Ex Nihilo, artinya: "penciptaan dari ketiadaan", sehingga dalam
pandangan orang Ibrani terdapat beberapa kebenaran, yaitu:
·
Allah adalah Mahatinggi di seluruh muka
bumi
·
Dunia menjadi berarti apabila dikaitkan
dengan Allah sebagai Penciptanya.
·
Seluruh potensi dan kebenaran dunia
hanya diperuntukkan bagi kemuliaan Allah.
·
Tidak ada spekulasi adanya Allah, bahwa
keyakinan terhadap eksistensi merupakan kebenaran yang objektif. Allah dengan
aktif berintervensi dalam sejarah manusia dari awal sampai akhir (Yes. 41:4;
Ayub 38:4).
Perlu
ditekankan bahwa Kej. 1:1 merupakan kalimat yang berdiri sendiri (tidak
bergantung pada ayat 2) adalah sekaligus merupakan merupakan pernyataan /
penegasan tentang fakta penciptaan ilahi alam semesta. Hal ini juga sekaligus
menjadi landasan dasar mengenai keyakinan terhadap Allah sebagai pencipta yang
akan dinyatakan di seluruh Alkitab. Sedangkan Kejadian 1:2 dst, dimengerti
sebagai paparan dari detail penciptaan oleh firman Allah. Pasal 3 menyatakan
penciptaan keteraturan oleh firman Allah di tengah-tengah kekacauan.
3. Penafsiran mengenai pengertian
"hari" dalam ayat 3. Secara umum kata "hari" dari bahasa
Ibrani yom dapat dipahami dalam 5
cara / penafsiran, yaitu:
a. "Yom"
dipahami secara literal, yakni 24 jam. Hal ini agak sulit diterima mengingat
matahari yang merupakan dasar sistem perhitungan 24 jam baru diciptakan pada
hari ke-3 (Kej. 1:14).
b. "Yom"
dipahami sebagai pengertian apokaliptik, dimana Musa mengalami visi yang
bersifat penyataan, namun hal ini Alkitab tidak memberi indikasi sama sekali.
c. "Yom"
dipahami sebagai batasan (zaman) geologis.
d. "Yom"
dipahami dengan melihat pemakaian perbandingan seperti terdapat dalam pasal
1:5, dimana Yom merupakan lawan dari keelapan dan "yom" diartikan
"zaman".
e. "Yom"
dipahami sebagai saat atau monumen
4. Pengertian
nama Allah elohim dalam bentuk plural. Nama Allah
"Eloah" merupakan bentuk jamak (perhatikan akhiran 'im') dari bentuk
tunggal "Eloah", hal ini sama sekali tidak menunjuk pada konsep ilah
yang banyak, seperti konsep politheisme, namun kata tersebut memberi pengertian
'jamak keagungan' untuk menggambarkan Allah yang di dalam diri-Nya terdapat
rahasia yang sangat besar (agung).
Asal-usul Manusia (psl.
1:26-psl. 2).
Bagian
ini membahas tentang roses keeradaan manusia, khususnya tentang asal-usul
manusia.
1.
Penciptaan manusia. Kejadian 1:26 merupakan
laporan paling jelas mengenai asal-usul manusia. Tidak ada keraguan sama sekali
dalam pengajaran PL bahwa Allah sebagai pencipta telah mengambil inisiatif
untuk menciptakan manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya di samping
ciptaan lainnya, "Baiklah kita menjadikan manusia ..." (Kej. 1:26).
Ada keistimewaan yang menarik sekaligus mendasar dari penciptaan manusia
dibanding penciptaan yang lain, bahwa manusia diciptakan Allah dengan beberapa
keistimewaan, yaitu:
a.
Diciptakan menurut "gambar dan
rupa" Allah (Kej. 1:26). Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah memiliki
pemahaman dan implikasi yang penting. Kata Ibrani 'tselem yang diartikan 'gambar / image', serta demut yang
biasa diartikan 'mirip / model' secara prinsip tidak perlu dibedakan dimana
kedua kata tersebut menggaris bawahi keistimewaan manusia dalam penciptaan
bahwa ia memiliki kemuliaan, kehormatan, derajat yang lebih tinggi (potensi
untuk mendominasi kahluk lain) yang berasal dari Allah. Selain itu, kata
tersebut lebih menunjuk bukan terutama pada bentuk / form fisik manusia yang
berasal dari tanah, melainkan menunjuk pada keberadaan rohani, intelektual,
moral yang mirip dengan Allah yang diberikan dengan menghembuskan napas hidup
dari Allah.
b.
Diciptakan dengan potensi pengelola
ciptaan yang lain. Keistimewaan ini hanya dimiliki oleh manusia bahwa Allah
memperlengkapinya dengan kemampuan sebagai representasi Allah dalam mengelola,
memelihara dan mengatur ciptaan lain. Kej. 1:28 merupakan dasar mandat
kebudayaan. Kata 'taklukkanlah' (kabas),
manusia bukan hanya punya hak untuk menguasai alam melainkan juga tanggung
jawab untuk memikirkan, mengerjakan, mengusahakan, mengelola, serta
melestarikannya.
c.
Diciptakan memiliki hubungan dengan
alam. Ada kaitan dengan poin di atas penjadian manusia dari tanah dimana hal
ini nyata dari arti nama manusia pertama, yakni 'adam' dari kata 'adamah',
artinya 'tanah', kondisi sebelum kejatuhan manusia memungkinkan manusia
memiliki hubungan yang harmonis dengan tanah, kesukaan bekerja mengelola tanah.
Kondisi ini akan segera berubah setelah kejatuhan, dikatakan bahwa kutuk
manusia juga langsung menjadi kutuk tanah di mana ia berada (Ul. 24:4; Kej.
3:17).
d.
Diciptakan memiliki solidaritas /
kebutuhan sosial. Dalam Kejadian 2:18, nampak jelas bahwa bahwa kebutuhan
manusia akan kehidupan sosialnya bukan hanya datang dari pihak manusia sendiri
melainkan juga selaras dengan Allah sendiri. Prinsip pernikahan dan perintah
untuk mendatangkan keturunan merupakan ajaran prinsip dalam kitab Kejadian.
Pernikahan merupakan wujud tersederhana dalam hidup sosial manusia. Secara
natur Allah menetapkan manusia untuk hidup berdampingan dengan sesamanya.
Ajaran dasar yang sekaligus menjadi "modal utama" hidup bersosial
adalah pandangan manusia terhadap pribadi manusia yang lain. Firman Allah
menempatkan wanita (yang sekaligus juga representasi manusia pada umumnya)
dalam konteks ini Hawa adalah pribadi yang betul-betul sepadan / seimbang
dengan Adam. Hal ini terutama menunjuk pada hakekat kemanusiaannya (quite equal
as a human being).
e.
Diciptakan dengan kemampuan untuk
bersekutu dengan Allah. Satu kenyataan hidup yang sangat mendasar dari
penciptaan manusia adalah posisinya sebagai makhluk yang memiliki kebebasan
hidup dalam hubungannya dengan 'perjanjian penciptaan', yakni kebebasan manusia
dalam hubungan yang harmonis dengan pencipta-Nya. Dalam Kejadian 2:15, nampak
konsep Alkitab mengenai kebahagiaan dan kebebasan hidup manusia yang sejati
yakni sebagai wakil Allah dalam bekerja dan melaksanakan mandat Allah untuk
beribadah kepada-Nya dan mengelola alam
semesta. Kebebasan sejati manusia adalah respon positifnya terhadap hakekatnya
sebagai ciptaan yang harus taat kepada Penciptanya (Covenant of Creation). Hal itu nampak dalam penegasan Allah sebagai
peringatan bahwa apabila manusia melanggar perintah Allah, ia akan mati (Kej.
2:16-17). Sepanjang manusia menaati 'perjanjian penciptaan' ini maka manusia
memiliki kebebasan hidup yang sejati yakni persekutuan dengan Allah tanpa
batas. Dalam hal ini rupanya manusia telah memilih untuk melanggar perjanjian
penciptaan dan menentukan sikap untuk memberontak kepada Allah. "Pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat" dalam Kejadian 2:17
diartikan sikap untuk menyamai Allah (Pencipta) untuk menjadi sebagaimana Allah
sendiri. Hal ini merupakan sikap memberontak terhadap Allah dan pelanggaran
terhadap "Covenant of Creation".
2.
Penetapan Sabath.
Penetapan
sabath pada hari ketujuh dalam perjanjian penciptaan sangat penting. Kata shabbat yang memiliki arti dasar 'istirahat' sehingga sabat diartikan hari dimana
marupakan perhentian dari minggu kerja. Dalam konteks penciptaan sabath
merupakan satu hari perhentian yang ditetapkan oleh Allah sendiri sebagai hari
dimana Allah 'berhenti' dari pekerjaan penciptaan fisik/materi. Namun sabath
bukanlah diartikan sebagai waktu dimana Allah pasif, sebab:
a.
Sabath bagi Allah adalah hari
penciptaan non-fisik, yakni prinsip sabat, dimana hari tersebut dimaksud
sebagai hari penyempurnaan segala ciptaan.
b.
Sabath adalah hari pengudusan dan
berkat. Allah terus bekerja dengan menjadikan sabath sebagai hari pemberkatan
Allah atas semua ciptaan-Nya.
c.
Sabath sebagai waktu atau kesempatan
dimana ciptaan dapat mempersembahkan ibadah dan mengagungkan kemuliaan Allah,
Sang Pencipta.
d.
Dalam arti mesianis, akhirnya sabat
harus dipelihara sebagai hari pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir
(Ul. 5:12). Sabath juga merupakan hari pembebasan dimana pekerja, budak-budak
dan binatang diberi waktu berhenti dari pekerjaannya dan menikmati sabath
sebagai hari perhentian.
Akhirnya
dalam PB, sabath merupakan hari kemenangan Tuhan Yesus Kristus dari kematian
(hari kebangkitan). Dalam kehidupan bangsa Israel, sabath merupakan hari yang
sangat berarti bahkan menjadi salah satu ibadah yang sakral yang harus ditaati.
Pemeliharaan sabbath sebagai hari perhentian juga menegaskan kehidupan bangsa
Israel sebagai umat yang mengakui kedaulatan Allah sebagai pencipta dan
penyebab terjadinya alam semesta, yang kepada-Nya manusia harus tunduk dan
mengembalikan segala hormat dan ibadah. Pelanggaran terhadap sabbath bagi
bangsa Israel merupakan pelanggaran yang berat dimana pelanggaran tersebut akan
mendatangkan hukuman. Sabbat juga membawa kepada implikasi etis dalam kehidupan
bangsa Israel bahwa pada setiap tahun sabbath pemilik ladang dan kebun
membiarkan kebunnya untuk dinikmati orang miskin. Demikian juga pada tahun
sabbath segala hutang dihapuskan (Ul. 15:1-3).
Permulaan Dosa (psl. 3:1-7)
Beberapa catatan penting perihal
kejatuhan manusia adalah sebagai berikut:
1.
Peristiwa kejatuhan manusia ke dalam
dosa bersifat sejarah, dan bukan hanya mitos (bnd. Rm. 5:12).
2.
Dosa dalam hal ini diartikan
pemberontakan manusia terhadap Allah dimana kata Ibrani "maen" dalam
ayat tersebut diartikan "menolak untuk menaati".
3.
Kejatuhan manusia harus dipahami
kerusakan/kejatuhan manusia secra total (total
depravity), dimana secara rohani manusia terpisah dengan Tuhan Allah
sebagai sumber terangnya, dan secara jasmani mengalami kemerosotan dan kematian
fisik (Kej. 3:19, 21, 24).
Bukti
dari keabsahan sejarah kejatuhan juga nampak dalam kenyataan kutuk Allah,
yakni: ular harus berjalan dengan perutnya, perempuan mengalami kesakitan waktu
melahirkan (Kej. 1:26) dan laki-laki mengalami penderitaan dan kesukaran dalam
pekerjaannya dan akhirnya kematian (Kej. 1:17-19).
Permulaan
"Perjanjian Penebusan"
(Covenant of
Redemption, Kej. 3).
Kebenaran
yang terkandung dalam Kej. 3, yakni usaha penyelamatan Allah kepada manusia
yang telah jatuh dalam dosa sangat penting untuk dipalajari. Dalam pasal ini
tersirat dua tindakan Allah yang merupakan dasar konsep keselamatan dalam
Alkitab:
1. Konsep
Misio Dei. Dalam Kej. 3:9 nampak
jelas akan prakarsa Allah untuk mencari manusia yang sudah jatuh dalam dosa.
Misi, yakni kerinduan untuk mencapai orang-orang yang tersesat pada mulanya
bersumber dari hati Allah sendiri. Dengan kasih-Nya Allah berinisiatif mencari
manusia dan berusaha untuk memulihkan hubungan yang telah terputus karena dosa.
2. Proto
Evangelium. Istilah Proto Evangelium (dapat diartikan 'awal berita
penyelamatan') nampak dalam janji karya penyelamatan Allah terhadap manusia
yang jatuh dalam dosa. Dalam Kej. 3:6 inilah terdapat harapan keselamatan dan
pemulihan kembali "gambar dan rupa Allah" dalam diri manusia yang
sudah rusak oleh dosa. Harapan akan penaklukan kuasa dosa yang telah berada
dalam hidup manusia oleh keturunan perempuan merupakan berita sukacita dimana
akan ada suatu masa Allah menghancurkan kuasa dosa. Kebenaran akan berita itu
terdapat dalam Kej. 3:15 "... keturunannya akan meremukkan kepalamu...".
Inisiatif Allah untuk menutup tubuh
manusia dengan kulit binatang (kej. 3:21) secara teologis memiliki arti yang
sangat penting, bahwa dalam penyataan perkembangan tentang 'perjanjian
penebusan' korban dan darah merupakan syarat mutlak perjanjian.
Konsep
"perjanjian dengan memotong korban" (karat berit) akan segera nampak
dalam perkembangan selanjutnya bahwa perjanjian Allah dengan umat-Nya harus
ditandai dengan memotong binatang kurban. Dalam perkembangan selanjutnya juga
beberapa catatan penting mengenai konsep perjanjian, bahwa perjanjian Allah
dengan manusia ini bersifat khusus / perjanjian tidak setaraf (suzerainity)
yakni perjanjian yang didasari otoritas anugerah Allah dan inisiatif dari pihak
Allah sendiri (monergisme) yang
berbeda dengan perjanjian setaraf: antar manusia sederajat (parity).
Beberapa
prinsip penting yang sekaligus menjadi nubuatan akan datangnya Mesias, bahwa
penyelamatan Allah (evanglium) harus
melalui pengantara yang ditetapkan oleh Allah sebagai berikut:
1. Bersifat
manusiawi: yakni keturunan perempuan.
2. Bersifat
ilahi: bukan dari keturunan Adam (laki-laki).
Sampai
Kej. 3, secara khusus menunjuk kepada tindakan dan janji penyelamatan Allah,
maka akan nampak seluruh kebenaran Alkitab, dimana seluruh peristia Alkitab
setelah Kej.3 merupakan penggenapan terhadap janji penyelamatan Allah. Hal
tersebut secara sederhana nampak dalam bagan berikut:
Perjanjian
Penciptaan
|
Dosa
|
PERJANJIAN
PL:
Tipologi
|
PENEBUSAN
PB:
Penggenapan
sempurna
|
Kej.
1-2
|
Kej.
3
|
Kej.
4: Hingga pemilihan Patriakh dan pembentukan Israel.
(Sistem
ibadah kurban binatang).
|
YESUS
KRISTUS
(Kurban
Anak Domba Allah).
|
Perkembangan
Kejahatan Manusia
(psl. 6:1-22)
Dalam
pasal ini dosa yang telah terwariskan kepada keturunan Adam lebih nyata
kuasanya dalam hidup manusia. Kata "manusia" dalam ayat 1
diterjemahkan dari kata Adam menunjuk
kepada pengertian "kemanusiaannya/human
being", yakni pengertian manusia secara umum dan bukan dalam
pengertian perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Demikian juga kata
"bumi" yang diambil dari kata adamah
bukan menunjuk kepada pengertian geografis, melainkan menunjuk kepada hakekat
manusia yang diciptakan oleh Allah dari tanah (theistic origin of man).
Pasal 6:2 menyangkut istilah
"anak-anak Allah" dan "anak-anak manusia" merupakan bagian
yang sulit untuk ditafsirkan. Penafsiran yang nampak lebih mendukung kepada
konteks perkembangan kejahatan manusia adalah rusaknya hubungan sosial (yang
diartikan kehidupan seks) antara garis keturunan Zet sebagai garis keturunan
orang percaya kepada Allah dan keturunan Kain sebagai garis keturunan yang
tidak percaya kepada Allah.
Studi eksegetis yang penting dalam
konteks ayat ini menegaskan semakin berkembangnya kejahatan manusia adalah
nampak dari kata "mengambil" dari bahasa Ibrani lahem yang diartikan 'untuk mereka sendiri'. Preposisi (lamed) sesuai konteks harus artikan
"untukku" menekankan perbuatan yang didorong oleh pemuasan diri
sendiri.
Kej.
6:5 dalam kalimat "...bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata ..." maka sebagaimana dalam pemahaman doktrin
kejatuhan manusia secara total yang dimaksud adalah keberdosaan manusia naik
menyangkut intensitas (kecenderungan hatinya) maupun ekstensitasnya
(tindakan/perbuatan dosa).
Ayat 7 merupakan respon Allah
terhadap dosa manusia dengan memutuskan untuk membinasakannya. Solidaritas
manusia terhadap lingkungannya nampak di sini bahwa kutuk kepada manusia berakibat
juga untuk kutuk terhadap alam semesta. Demikian juga akibat langsung dari
kejatuhan manusia, maka Roh Allah tidak selamanya tinggal dalam diri manusia
(ay. 3) yang sekaligus juga berakibat langsung pada penurunan kondisi fisik
manusia (berkurangnya umur dan kematian fisik).
Perkembangan penggenapan
"Janji Penebusan"
(Covenant of Redemption)
Dalam perkembangannya, janji penebusan itu
selalu ditegaskan kembali oleh Allah melalui bapak-bapak patriakh, di
antaranya:
1. Pemilihan
Nuh (psl. 6:9-28). Bagian ini menjelaskan keadaan yang kontras antara pribadi
Nuh dengan semua orang pada jamannya. Ayat 9 menekankan karakter dan
kepribadian Nuh yang terkenal baik dan saleh mengekspresikan ketaatannya kepada
Allah. Pemilihan Nuh langsung menggaris bawahi konsep "Covenant of Redemption" bahwa
perjanjian adalah inisiatif Allah sendiri dan Allah berhak memutuskan kepada
siapa Ia akan mengikat perjanjian (ay. 8). Konsep "karat berit" (perjanjian dengan memotong kurban) segera nampak
setelah peristiwa air bah, dimana Nuh menanggapi pilihan Allah dengan
mempersembahkan korban bakaran (psl. 8:20). Kepada Nuh, Allah mengadakan
perjanjian-Nya, yaitu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya, Allah meneguhkan
perjanjian-Nya (9:13) dan berkat atas Nuh mencakup segala makluk di bumi (ay.
17).
Pemilihan Nuh merupakan bagian
penting dalam sejarah keselamatan Allah, nampak bahwa Allah secara bertahap
menggenapi janji penyelamatan-Nya. Sem sebagai salah seorang keturunan Nuh
serta daftar keturunanya dicatat secara khusus dalam 11:10-26 merupakan mata
rantai karya Allah dalam setiap pribadi dan pada setiap zaman.
Peristiwa menara Babel yang dicatat
dalam pasal 11 merupakan ekspresi sangat kuat akan keinginan manusia untuk
untuk mandiri dalam pengertian negatif melepaskan diri dari keterkaitannya
dengan dengan Allah. Frase "mereka berkata" (ay. 3) merupakan eksresi
kesepakatan banyak orang. Kata "marilah" (habah) yang diulang 3 kali merupakan
keinginan yang kuat. Akhiran ah merupakan penegasan ajakan yang
sungguh-sungguh. Mereka sepakat untuk membuat kota yang menaranya sampai ke
langit dengan maksud mencari kemasyuran nama sendiri, keinginan untuk menyamai
Tuhan dan melawan mandat Allah untuk pergi ke seluruh bumi dan memenuhinya
(Kej. 1:28). Intervensi Allah terhadap kesepakatan manusia nyata bahwa Allah
berkuasa menjatuhkan penghakiman-Nya. Frase "baiklah kita" (ay. 7)
menunjuk pada keberadaan Allah: "Plural Majestic / Exelence".
Demikianlah nama "Babel" yang kemungkinan berasal dari kata "babal"
artinya 'diserakkan' menjadi awal dari penyebaran suku bangsa dan bahasa.
2. Pemilihan
Abraham (psl. 12-21)
a.
Perjanjian asli dengan Abraham (psl.
12). Dalam Kej. 17:1, Allah memperkenalkan diri kepada Abraham sebagai
"El-shadai" untuk menegaskan dan memberi keyakinan kembali kepada Abraham
bahwa Ia adalah Allah Yang Maha Kuasa (omnipotent).
Pernyataan ini sangat penting karena pemanggilan Abraham dilatar-belakangi
penjelasan yang menyatakan istrinya Sarai akan mandul (psl. 11:30), sedangkan
di pihak lain Allah menjanjikan berkat atas keturunannya.
Ada selang waktu cukup lama antara
janji Allah yang pertama sampai dan penggenapannya sampai lahirnya Ishak
sebagai anak perjanjian. Ada pula peristiwa-peristiwa penting dalam selang
waktu tersebut. Dari kelahiran Ismael (16:16) pada waktu Abraham berumur 86
tahun sampai kelahiran Ishak (psl. 21) dimana usia Abraham 100 tahun berkisar
14 tahun. Pasal 14:17-18 mengisahkan pertemuan Abraham dengan Melkisedek raja
Salem (Mzm. 76:3 menyebut Yerusalem), demikian juga Mzm. 110:4 dan Ibr. 7:1-10 memberikan
penjelasan mengenai Melkisedek.
b.
Penegasan kembali perjanjian Abraham
(psl. 17). Dalam pasal ini ada prinsip yang sangat penting mengenai perjanjian
Allah dengan Abraham. Kata "akan mengadakan" (ay. 2) diterjemahkan
dalam bahasa Ibrani artinya 'memberi'. Dalam perjanjian Allah dengan Nuh
dipakai kata qom artinya
'menetapkan'. Pemakaian kata 'natan'
dalam Kej. 17:2, 7, perjanjian dengan Abraham dimaksudkan bukan sebagai
perjanjian yang baru melainkan perjanjian kepada Nuh diperbaharui atau
dikuatkan / dilaksanakan. NIV menulis "I will confirm my covenant
...".
Penekanan kalimat "dari
pihakku" (ay. 4) menegaskan sekali lagi konsep perjanjian (berit) yang
datang dari inisiatif dan karya Allah sendiri (monergismen), dan
respon dari pemilihan Allah tersebut menegaskan bahwa Abraham memelihara perjanjian dengan 'sunat'
(perhatikan konsep 'karat' artinya
'memotong', curahan darah sebagai penegasan perjanjian (ay. 9).
Realisasi
perjanjian tersebut pertama-tama nyata dari perubahan nama Abram dan sarai.
Abram berasal dari dua kata: (ab) dan (rum), artinya 'bapa yang dimuliakan' atau kemungkinan lain artinya 'Bapa
dari Aram', ganti dengan Abraham merupakan merupakan singkatan dari (ab human goym) artinya 'bapa dari banyak bangsa'. Demikian juga Sarai yang
berarti "ibu" sedangkan Sarah 'ibu dari banyak bangsa' (ay. 15-16).
Empat
aspek yang merupakan penggenapan yang nyata dari perjanjian Allah dengan
Abraham bahwa kepada Abraham:
·
Memberi banyak keturunan
·
Keturunannya akan menjadi banyak bangsa
·
Penetapan perjanjian yang kekal bahwa
Allah akan menjadi Allah Abraham selama-lamanya.
·
Menyerahkan tanah Kanaan menjadi tanah
perjanjian.
Sunat
sebagai tanda perjanjian secara fisik mengandung beberapa aspek penting, yaitu:
·
Sebagai petunjuk dari penegasan bagi
"umat pilihan" (bnd. Im. 12:3; Luk. 1:59).
·
Alasan kesehatan.
·
Tanda simbolik yang menunjuk kepada
sunat rohani. Tanda daging menjadi tanda rohani yang kekal (ay. 13b).
Ucapan
berkat untuk Sarah yang tertulis dalam ayat 16 sekaligus merupakan kata-kata
prophetic yang akan tergenapi bahwa dari Sarahlah akan dilahirkan anak
laki-laki yang diberkati, melalui Sarahlah akan dilahirkan raja-raja dan
bangsa-bangsa.
Mengenai
penetapan Ishak sebagai anak perjanjian dalam ayat 19 dengan memberi nama
secara langsung. Demikian juga penekanan kata yang dipakai dua kali dalam ayat
19 dan 21, yakni kata "mengadakan" dan "kuadakan" berasal
dari akar kata yang sama, yakni "qom"
artinya 'menetapkan' (kata yang sama dipakai oleh Allah dalam menetapkan
perjanjian-Nya dengan Nuh dalam Kej. 9:9). Kata "tidak" (abal) merupakan reaksi Allah terhadap
Abraham, bahwa Allah memiliki rencana yang pasti bahwa terhadap Sarah yang
ditetapkan-Nya menjadi ibu dari anak perjanjian, yaitu Ishak.
c.
Perihal Ujian Terhadap Iman Abraham:
Kurban Ishak (22:1-19).
Kalimat
pertama dalam ayat 1 berbunyi: "Setelah semuanya itu Allah mencoba
Abraham: memiliki arti eksegetis yang sangat penting khususnya kata
"semuanya itu" (ha eleh),
seolah-oleh merupakan rangkuman kehidupan Abraham dari janji keturunannya,
yakni Ishak yang penggenapannya merupakan selang waktu yang cukup panjang,
yakni 14 tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut terdapat keragu-raguan
Abraham terhadap penggenapan janji Allah sehingga ia putus asa (15:1-4),
melangkah mendahului Allah (peristiwa kelahiran Ismael dalam Kej. 16) dan
respon negatifnya terhadap pengulangan janji Allah (Abraham dan Sarah tertawa,
psl. 17-18). Namun demikian, Allah yang memiliki rencana serta waktu
penggenapan yang tepat, akhirnya pernyataan bahwa "Akulah Allah Yang Maha
Kuasa" (17:1) sungguh-sungguh terbukti.
Demikian
juga kalimat selanjutnya "Allah mencoba Abraham". Kata (nitah),
mencoba adalah ujian bagi Abraham sebagai bapa orang percaya, merupakan ujian
yang tidak pernah terulang dan merupakan ujian yang tidak masuk akal, tidak
beralasan dengan penuh konflik dalam hidup Abraham. Namun demikan, peristiwa
itu merupakan paling berharga dalam memahami hidup mempercayakan diri kepada
segala kuasa dan kebaikan Allah.
Penegasan
perintah Allah mengorbankan Ishak sama sekali tidak memungkinkan kesalahan
penafsiran siapakah anak Abraham yang Tuhan kehendaki untuk dikurbankan. Kata
"ambillah" Ibr.:- qahk)
yang segera diikuti kata "mu / milikmu, yakni "anakmu" ,
"anak tunggalmu yang kau kasihi" , "Ishakmu" . Dalam
konstruksi bahasa Ibrani pengulangan kata "et" sungguh menegaskan arti. Secara hermeneutis hal ini
ditegaskan sebagai nubuatan Mesianis (Messianic prohecy) yang nyata dalam PB,
yakni dalam Yoh. 3:16; Flp. 2:6-9, Kristus sebagai Anak Domba Allah yang
dikurbankan.
Ungkapan Abraham kepada bujangnya
dalam ayat 5 "... sesudah itu kami kembali kepadamu", merupakan
"statement of faith",
dimana kata "kami" menegaskan keyakinan iman Abraham bahwa Ishak
adalah anak perjanjian (Kej. 21:12) serta keyakinan terhadap Allah Yang Maha
Kuasa yang sanggup menghidupkan orang mati (Ibr. 11:17-19).
Frase "Tuhan menyediakan"
(Yehowah Jireh) mengandung pemahaman
profetis yang sangat penting. Domba yang tanduknya tersangkut belukar (22:13)
adalah gambaran Anak Domba Allah yang berseru-seru "Eli-eli sabakhtani" (Mat. 27:46). Di atas bukit Golgota Yehowah Jireh Anak Doma Allah yang tanpa
cacat cela telah disembelih, dikurbankan sebagai penggenapan janji penebusan (Covenant of Redemption) bagi umat-Nya
yang berdosa dan penuh kenajisan.
d.
Kematian Sarah (23:1-20)
Peristiwa
kematian Sarah yang tercatat dalam pasal ini di dalamnya terkandung makna
teologis yang penting di samping laporan tentang kematian Sarah, permintaan
Abraham kepada Bani Het (panduduk tanah Kanaan) untuk diijinkan mengubur
istrinya di sana, merupakan catatan sejarah yang perlu diperhatian.
Menarik
bawasanya proses pemilikan ladang dan gua Makhpela milik Efron bin Zohar
diterima Abraham bukan dengan cuma-cuma, walaupun hal itu telah ditawarkan oleh
Zohar sendiri (23:10). Proses pemilikan gua Makhpela di Kiryat Arba daerah
Hebron berlangsung dengan transaksi resmi, yakni: Pertama, Abraham membelinya dengan harga empat ratus syikal perak. Kedua, transaksi disaksikan oleh masyarakat
luas di depan pintu gerbang. Catatan arkeologis pintu gerbang pada zaman itu
menjadi tempat pertemuan para pemimpin negeri (bnd. Ams. 31:23).
Demikian
juga ayat 20 nampak ekspresi kata yang penting bahwa kata
"diserahkan" dapat diartikan "ditetapkan". Demikian juga
kalimat "menjadi kuburan miliknya", menjadi titik penggenapan janji
Allah akan tanah Kanaan yang akan diserahkan kepada Abraham dan
keturunannya.
e.
Riwayat Ishak (psl. 24, dst.)
Setelah
kematian Sarah, Abraham mengadakan sumpah dengan hambanya untuk mencarikan
istri bagi Ishak bukan dari perempuan Kanaan, melainkan dari tanah dimana
keluarganya tinggal di Haran. "Lalu hamba itu meletakkan tangannya di
bawah pangkal paha Abraham, tuannya dan bersumpah kepadanya tentang hal itu
(ay. 9). Frase "meletakkan tangannya" (bigzirath mehulathi) adalah ekspresi sumpah yang memiliki tendensi
religius (bnd. Ay. 3), dimana Abraham dan seluruh keluarganya memiliki
kehidupan religius yang diikat oleh perjanjian Allah sendiri kepadanya.
Ekspresi
lebih jauh mengenai iman dan pengenalan keluarga Abraham nampak dalam ekspresi
hamba Abraham tersebut setelah mendapat Ribka. Ay. 26, kata
"berlutut" (yikhod)
sebetulnya menundukkan kepala dan menyembah (vaiyistachu) artinya 'menyembah' (sujud dengan kepala mencium tanah).
Dari perkawinan Ishak dan Ribka inilah lahir dua anak yang kepada mereka firman
Tuhan menubuatkan bahwa Esau (kemungkinan nama ini berasal dari kata asah, diartikan 'membuat keras') akan
menjadi nenek moyang bangsa yang besar (bangsa Edom, Kej. 25:30; 36:8-9, 43)
dan Yakub (nama Yakub berasal dari kata akab
yang berarti 'menipu, merampas') yang akan menjadi tuan atas Esau. Nama Yakub
diberikan atas peristiwa kelahirannya dimana Yakub memegang tumit Esau (25:26),
dimana peristiwa ini dilihat sebagai "dominasi" Yakub (mendesak)
Esau.
0 komentar:
Post a Comment