3:12 AM
0
akhirzaman.org

            Keluaran 12:41-42 memberikan penjelasan mengenai peristiwa keluaran. Demikian juga kurun waktu yang sangat panjang orang Israel tinggal di Mesir disebutkan, yakni "lewat empat ratus tiga puluh tahun". Catatan perhitungan waktu terebut juga diyakini oleh rasul Paulus dalam Gal. 3:17. Dalam nats tersebut juga selaras dengan arti nama Israel (yisrael), yakni "Ia berjuang dengan Allah" (Kej. 35:10) menegaskan eksistensi keturunan Yakub (Israel) yang segera menjadi umat / bangsa Theokrasi. Kini telah tiba saatnya keturunan Yakub menjadi sebuah bangsa yang segera akan menghadapi tantangan dan problematika sebuah bangsa. Kata "pasukan" untuk orang Israel nampaknya dipakai dalam kontek ini dengan tekanan khusus kepada kekuatan perang yang siap bertempur. Kata "pasukan" dari arti kata 'tsaba' secara literal dapat diartikan pasukan yang diorganisasikan untuk bertempur.
            Kata "berjaga-jaga" (shamar) ditujukan kepada Allah yang telah menjaga Israel keluar dari Mesir dan ditujukan kepada Israel sebagai peringatan atau penghormatan turun temurun untuk Allah yang telah menjaga mereka keluar dari Mesir.           

Perihal Paskah (12:1-28; 43-51)
            Sebelum Allah menjalankan tulah ke sepuluh, Allah memberikan penetapan paskah yang sangat penting bagi bangsa Israel. Kata paskah yang berasal dari kata Ibrani  (peh'sakh) diartikan dalam Kel. 12:27, sebagai berikut: ... itulah korban paskah bagi Tuhan yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita.
            Secara literal kata "paskah" berarti 'pembebasan' atau 'melewati' secara teologis dalam kehidupan bangsa Israel nampak, sebagai berikut:
1)    Paskah harus menjadi peringatan yang terus dilaksanakan dengan ketat pada setiap generasi.
2)    Dalam setiap peringatan paskah harus mempersembahkan domba yang tidak bercacat cela, hal ini mengandung arti tipologis untuk pengorbanan Kristus.
3)    Darah domba paskah merupakan tanda penyelamatan Allah, tanpa tanda darah ini orang Israel pun akan mati.
4)    Paskah merupakan lambang kuasa dan anugerah Allah yang menyelamatkan Israel dari kebinasaan.
5)    Paskah menjadi satu-satunya sarana penyelamatan Allah dari kematian dan anugerah-Nya membawa Israel ke tanah perjanjian, yaitu Kanaan.
6)    Pemercikan darah domba paskah pada setiap rumah merupakan lambang respon setiap pribadi Israel kepada kasih karunia Allah.
7)    Paskah juga merupakan "pintu masuk" dari kehidupan Mesir yang merupakan perbudakan kepada kehidupan Theokrasi dimana Allah sendiri memerintah.

Peristiwa Sinai
            Peristiwa Sinai yang dicatat dalam Kel. psl. 19, memiliki arti yang sangat penting. Namun demikian sepanjang peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir, ada beberapa peristiwa yang sangat penting yang perlu dicatat, yaitu:
1)    Makna Nyanyian Musa. Dalam psl. 15, dicatat mengenai nyanyian Musa setelah tanda mujizat, tulah, sepanjang peristiwa keluaran. Hal yang perlu dicatat dari nyanyian Musa adalah: pertama, kata-kata dalam puisi tersebut diinspirasikan oleh Allah sendiri sebagai salah bentuk penyembahan dalam ibadah. Kedua, nyanyian Musa merupakan laporan sejarah yang sebagai bukti keajaiban yang telah terjadi mengenai peristiwa penyeberangan melalui Laut Teberau. Ketiga, nyanyian ini adalah nyanyian kemenangan Allah dan umat-Nya atas kuasa-kuasa Mesir secara sempurna.
2)    Pelajaran-pelajaran rohani yang sangat berharga bagi bangsa Israel. Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dicatat dengan maksud untuk menjadi pelajaran berharga sepanjang zaman. Peristiwa yang terjadi di Mara, Elim, Masa dan Meriba merupakan sejarah kegagalan Israel terhadap Allah. Peristiwa tersebut telah membawa generasi pertama, bahkan Musa, Meriam dan Harun tidak diperkenankan masuk ke tanah perjanjian. Puncak dari pemberontakan Israel terhadap Allah dicatat dalam Kel. 17:7, "Adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tida? Kata "mencobai" dalam bahasa Ibrani riyb dapat diartikan 'membantah' atau 'menganggap sepele' kehadiran Allah". Demikian juga peristiwa manna (16:1-36) mengandung palajaran rohani agar Israel bergantung sepenuhnya kepada pemeliharaan Tuhan. Peristiwa kemenangan Israel melawan Amalek menjadi bukti kepemimpinan Allah sebagai pemimin perang, sehingga Mua menyebut Allah "Yehowah Nissi".
3)    Pengangkatan hakim-hakim. Kata "shaphat" untuk "menghakimi" memang diartikan untuk memberikan keadilan kepada setiap permasalahan yang timbul di antara orang Israel. Dalam konteks ini sekligus juga terdapat prinsip delegasi (mempercayakan orang lain) untuk menjalankan tugas.
Peristiwa Sinai merupakan suatu peristiwa yang mengandung banyak pengajaran rohani. Dalam nats ini terlihat bentuk yang seharusnya ada dari bangsa pilihan Allah ini, yakni:
1)    Sungguh-sungguh mendengar firman Allah, dalam teks Ibrani nampak, sebagai berikut: (shamoa tishmeu) artinya 'mendengarkan apa yang harus didengarkan'. Kata shama diartikan mendengar dengan penuh perhatian dan dalam ketaatan'. Menerima semua penyataan Allah, dari pada akal dan pengertiannya sendiri, memperhatikan dan menaatinya.
2)    Berpegang pada perjanjian. Perjanjian di sini menunjuk kepada "perjanjian penebusan" yang ekspresi religiusnya ditandai dengan memotong kurban yang telah dilakukan oleh para patriakh yang ditekankan dalam perayaan paskah dalam Keluaran. Israel harus menjalankan upacara agama tersebut turun temurun.
3)    Menjadi "milik pribadi" Allah. Kata Ibrani (segulla) diartikan 'milik pribadi', atau 'harta kesayangan Allah', dipilih di antara bangsa-bangsa di dunia untuk mendapatkan penyataan-Nya dan menikmati perjanjian-Nya.
4)    Menjadi bangsa Theokrasi. Allah menjadi Raja dan pemerintah tunggal atas Israel dan seluruh umat akan menjadi imam-Nya (kohen), yang sekaligus mempunyai hak menjadi 'penyembah-penyembah yang benar' dimana setiap orang berhak untuk mempersembahkan di hadapan Allah. Suatu gambaran yang akan menjadi kenyataan yang indah dalam Perjanjian Baru, dimana Kristus telah menjadikan orang percaya bangsa pilihan-Nya, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri dan diberi hak untuk memeberitakan pekerjaan-pekerjaan-Nya yang besar (I Pet. 2:9).
5)    Menjadi bangsa yang kudus. Mereka akan menjadi bangsa, sekelompok orang yang diikat satu dengan yang lain, hidup di bawah hukum mereka sendiri yang berbeda dengan hukum bangsa lain, penuh kekuatan sebab dipersekutukan dan dipimpin olerh kasih karunia Allah sendiri. Mereka harus menjadi bangsa yang kudus (kata Ibrani: qados, diartikan: 'dipilih, dipisahkan, dimurnikan'). Dipisahkan dari dosa mereka, benar dalam tingkah lakunya, kudus dalam hatinya, setiap ekspresi eksternal keagamaan bukan hanya bersifat sakramental semata-mata, melainkan membawa terang dan hidup, anugerah dan damai bagi setiap pribadi yang dengan kesadaran rohani yang dalam telah menjalankannya. Menjadi bangsa yang berkerajaan, Allah sebagai pemerintahnya, dan sejumlah besar orang dipersatukan, bukan bangsa yang tercerai-berai, tanpa arah (kacau balau), memiliki keagamaan dan pusat penyembahan yang jelas, yakni Allah Yang Esa (YHWH), dan memiliki peraturan sosial kemasyarakatan yang dibentuk oleh Allah sendiri.
            Peristiwa Sinai menggaris bawahi pernyataan akan maksud dan tujuan Allah membebaskab bangsa Israel dari Mesir. Segala maksud dan tindakan Allah memiliki tujuan yang jelas. Kepemimpinan Allah terhadap Israel bukan berdasarkan keunggulan mereka atas bangsa-bangsa lain, melainkan pemilihan Israel berdasarkan kehendak Allah mengingat akan segala janji yang telah diucapkan-Nya kepada para Patriakh. Dengan otoritasnya yang mutlak Allah telah menetapkan Israel menjadi terang bagi bangsa lain perihal pengenalan terhadap Allah yang benar, kasih dan anugerah-Nya.
            Hal ini menegaskan perihal prinsip (sentri fugal) "gerakan mengatup", dimana dengan berkiblat dan melihat segala perbuatan Allah di dalam dan melalui Israel sajalah bangsa lain dapat bertemu dengan Allah yang benar. Di Sinai, selain Allah menyatakan maksud-Nya membebaskan Israel dari Mesir, Allah juga menetapkan petunjuk kehidupan bagi bangsa Theokrasi ini. Petunjuk kehidupan ini dapat disimpulkan dengan satu kata saja, yakni "Torah". Torah adalah prinsip dasar hukum bagi bangsa Israel, yang merupakan perintah yang diwujudkan dalam kata-kata. Dari pemahaman itu, maka Torah dapat dibagi menjadi tiga petunjuk prinsip kehidupan yang sangat penting, yaitu: pertama, kata "miswa" dari kata "saw" yang berarti 'perintah' yang dinyatakan sebagai kebenaran Allah. Kata ini menunjuk kepada sepuluh perintah Allah, yang juga disebut sebagai Hukum Moral (Kel. 20:1-26). Kedua, kata "misphat" dari kata dasar "shapat" yang bisa diartikan 'putusan peradilan', dimana kata ini menunjuk aturan kehidupan sosial bangsa Israel (Kel. 21:1-24:11). Ketiga, kata "hug" atinya "peraturan / sakramen' yang menunjuk kepada sistem dan peraturan ibadah orang Israel atau kehidupan keagamaan Israel (Kel. 24:12-31:18).
1.     Beberapa pengajaran pokok mengenai 10 Hukum Allah (Hukum Moral).
Perlu dicatat sebelumnya bahwa 10 Hukum Allah diberikan berdasarkan perjanjian Allah dengan Abraham dengan mengingat bahwa Abraham menerima perjanjian tersebut dengan iman (Kek. 15:6), Abraham harus memelihara perjanjian tersebut (melalui upacara sunat) dan harus tetap tinggal dalam iman. 10 hukum diberikan bukan sebagai dasar amal untuk keselamatan, serta tidak sebagai konsep untuk membangun kebenaran sendiri berdasarkan hukum Taurat.
10 Hukum Taurat diberikan sebagai berikut: sebagai ukuran kebenaran dimana dalam pemerintahan Theokrasi, Allah memiliki "cita-cita ilahi" terhadap moral bangsa-Nya. Hukum Tuarat diberikan juga sebagai cermin dosa, dengan demikian Israel menyadari dirinya sebagai pendosa sehingga mereka tetap membutuhkan kasih karunia Allah. Demikian juga 10 Hukum Taurat diberikan untuk menyatakan hakekat Allah secara pribadi yang kudus, dengan demikian Israel akan terus mengingat Allah dan tidak menjadi sombong atas pilihan Allah kepada mereka sebagai umat-Nya.
Sedangkan makna kebenaran Hukum Taurat (10 perintah Allah) nampak dalam setiap hukumnya. Kata "janganlah" berasal dari kata Ibrani (lo) secara literal diartikan "sekali-kali tidak akan" merupakan ekspresi kata yang penting bagi umat Allah yang menjadi milik-Nya. Israel dalam kesadaran yang penuh sekali-kali tidak akan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran Allah Yang Kudus. Bukan hanya sekedar larangan namun lebih jauh ada keterikatan batin yang dalam dari umat dengan Allah dalam kehidupan moralnya.  
2.     Beberapa pengajaran pokok mengenai peribadatan Israel.
Sebelum lebih jauh melihat sistem penetapan ibadah Israel penting untuk dimegerti pemahaman teologis ibadah Israel, yaitu:  
Pertama, sistim kurban merupakan masalah sentral di dalam ibadah Israel adalah bersifat perupamaan tentang kekudusan dan keadilan Allah. Sistem ibadah kurban merupakan usaha Allah untuk menciptakan hubungan dengan manusia. Hal ini sekaligus memberikan pengharapan bahwa walaupun manusia sudah jatuh dalam dosa, Allah masih menciptakan sarana untuk bersekutu dengan umat-Nya. Sistem ibadah kurban juga merupakan suatu ungkapan batiniah mengenai pertobatan dan iman serta ucapan syukur sebagai respon terhadap kasih Allah (Maz. 116:12), respon terhadap kasih Allah ini juga nampak dalam bentuk nazar yang dapat diekspresikan dengan berbuat sesuatu untuk Tuhan (Kej. 28:20-22), berpantang (Maz. 132:2-5), atau nyanyian syukur (Maz. 22:26). Penekanan ibadah kurban sebagai "simbol" batiniah nampak juga dalam kasus-kasus tertentu dalam doa dan permohonan pengampunan dapat diucapkan secara lansung tanpa melalui upacara kurban (Kej. 18; Kel. 32:30-34; Maz. 51:9).
Kedua, ibadah kurban juga mengandung gagasan perdamaian, yakni murka Allah terhadap dosa mengharuskan manusia untuk "menudungi" dosanya dan murka Allah harus dicegah (Maz. 85:3-4; Mik. 7:18-20).
Ketiga, kurban ibadah PL juga merupakan pengganti, yakni kurban satu untuk mewakili yang banyak. Dalam ha ini darah diterima Allah sebagai ganti nyawa yang dipersembahkannya. Hal ini bukan berarti Allah biasa disuap, namun sebagaimana berdasarkan anugerah-Nya, Allah menerima sistem kurban sebagai pengganti berdasarkan kemurahan-Nya (Kel. 33:19).
Keempat, sistem ibadah PL adalah bersifat sementara sehingga pelaksanaannya harus senantiasa diulang, sehingga ibadah bisa hanya bersifat formalitas, sehingga melalui peraturan, ketetapan san syariat Israal akhirnya hanya bisa kembali berharap kepada kasih setia Allah (Maz. 130:7-8).
a.     Keimaman Harun dan kemah suci (Kel. 25-31).
1)    Perintah untuk mendirikan kemah suci (Kel. 25).
Arti dasar perintah untuk mendirikan Kemah Suci terdapat dalam Kel. 25:8, " ... supaya Aku diam di tengah-tengah mereka". Kata "diam" menunjuk kepada pengertian kehadiran Allah yang aktif di tengah-tengah umat-Nya. Kata "shakan" dapat diartikan "menetap/menjadi tempat tinggal" untuk menjelaskan bahwa Allah yang telah menyatakan segala kemulian-Nya (kemuliaan dari kata "kabod" untuk menggambarkan segala kemuliaan Allah yang dinyatakan) yang telah nampak di gunung Sinai, akan tinggal memenuhi Tabernakel. Hal ini juga berarti Allah ingin melanjutkan penyataan dan kehendak-Nya dari dalam Kemah Pertemuan.
Kemah Suci dalam seluruh Alkitab PL disebutkan dengan bermacam-macam. Mis. Kemah Perhimpunan (Kel. 28:43), Kemah Asyahadat (Bil. 9:15), Kemah Suci (I Taw. 6:48).
Sedangkan bentuk Kemah Suci terdiri dari tiga bagian, yaitu: Halaman (pelataran), Tempat Kudus dan tempat maha kudus, dimana ketiga pintu ini dihubungkan dengan satu pintu saja, yaitu Pintu Gerbang Pelataran untuk masuk ke dalam pelataran (Kel. 27:16). Pintu Kemah untuk masuk ke dalam Kemah Kudus (Kel. 26:36) dan Tabir untuk masuk ke dalam ruang maha kudus (Kel. 26:39).
Pembagian rung-ruang Kemah Suci ini ditetapkan oleh Allah, memiliki arti penting, yakni agar bangsa Israel sungguh belajar menghormati kekudusan Allah. Demikian pula Allah menetapkan perabot Kemah Suci yang terdiri dari 7 macam merupakan simbol-simbol rohani yang penting: mezbah kurban bakaran (Kel. 27:1-8) merupakan simbol adanya penghargaan bagi manusia berdosa dapat menghampiri Allah melalui binatang kurban yang dibakar; Bejana pembasuhan (Kel. 30:17-21) sebagai tempat imam membasuh tangan setelah mempersembahkan kurban merupakan simbol pembasuhan rohani, Meja roti hadap-hadapan (Kel. 25:23-30; 37:10-16) lambang roti hidup yang dapat mengenyangkan kebutuhan rohani, Kandil berpelita 7 sebagai lambang penerangan rohani, serta mesbah pembakaran ukupan sebagai lambang doa yang naik ke sorga, yang berkenan di hati Allah (Kel. 30:1-10; 37:25-28). Tabut Perjanjian melambangkan kehadiran Allah dan mengingatkan akan segala Perjanjian Allah kepada umat-Nya. Tutup Pendamaian (Gafirat), tiang awan dan kerup sebagai lambang hidup Allah yang dibagikan kepada umat-Nya.
Penetapan Kemah suci sebagai tempat pertemuan Allah dengan umat-Nya merupakan tempat satu-satunya bagi bangsa Israel untuk menemui Allah, kecuali Allah menentukan sendiri tempat Ia bertemu umat-Nya. Hal ini menggaris bawahi keberadaan Allah hanya menemui umat-Nya di tempat yang telah Ia sediakan, tempat tersebut sekaligus merupakan anugerah Allah bagi kemungkinan manusia bertemu dengan-Nya.         
2)    Jabatan Imam (Kel. 28, 29:1-37)
Jabatan keimaman secara resmi dijabat oleh Harun dan anak-anaknya, yaitu Nadab, Abihu, Eliezer dan Itamar. Allah menetapkan dan mentahbiskan mereka melalui perantaraan Musa (psl. 29). Konsep yang terdapat dalam bahasa Ibrani "kohem" menegaskan fungsi jabatan imam sebagai orang yang dikhususkan untuk melayani Allah dalam Bait Suci. Secara rinci, Allah juga menetapkan segala perlengkapan pakaian imam dan semuanya mengandung simbol-simbol rohani yang penting.
Pakaian imam terdiri dari 7 macam, yakni tutup dada, baju efod, gamis, kameja yang ada raginya, selana lenan, serban kepala dan jamang kudus. Tutup dada berupa kain persegiberlapis dua dan ditatahkan 12 biji permata sebagai lambang ke-12 suku Israel. Demikian juga warna-warna seperti: kuning emas (lambang keilahian), biru langit dan ungu muda (sebagai lambang kemuliaan / ketinggian menunjuk kepada asal / ketinggian Allah), ungu tua (sebagai lambang kekuasaan / pemerintahan Allah), kirmizi (lambang darah sebagai sarana pendamaian), putih (lambang kesucian Allah), serta jamang kudus yang terbuat dari emas murni dan bertuliskan "Kudus Bagi Tuhan" (Kel. 28:36-37) sebagai lambang bahwa imam menanggung semua kesalahan orang Israel, pata emas tersebut harus senantiasa dipakai di dahi sebagai lambang perkenan Tuhan.  
Selain melayani Allah dalam Bait-Nya, imam juga memiliki tugas mengajar kepada bangsa Israel mengenai semua ketetapan Allah (Im. 10:11), menghakimi (Ul. 17:9), menaikan syafaat bagi bangsanya (Yoel 2:17). Imam juga merupakan contoh nyata mengenai kekudusan pribadi umat Allah (Ul. 33:9). Contoh kematian Nadab dan Abihu oleh api Tuhan (Im. 10:2) merupakan pelanggaran terhadap kekudusan Allah.
Jabatan keimaman juga merupakan jabatan khusus dimana imam berkewajiban menjaga kekudusan Allah. Dalam hidup dan pelayanan imam maka akan nampak iman, ibadah dan pola hidup yang suci yang mencerminkan kekudusan Allah yang dilayani. Dalam Bilangan 25, dicatat mengenai peristiwa Baal Peor yang merupakan penajisan kekudusan moral dan ibadah Israel, dikisahkan mengenai Pinehas, anak Eliezer, anak imam besar Harun yang secara nyata berjuang untuk mempertahankan kekudusan imam Israel dari kenajisan / sinkretisme Baal Peor. Peristiwa tersebut telah membawa Allah kepada perjanjian penetapan jabatan imam bagi Pinehas dan keturunannya.
Dalam Ibrani 4:14, Yesus memiliki jabatan keimaman lebih tinggi dari imam besar Harun, sebab Ia disebut Imam Besar Agung yang bukan hanya telah melintasi ruang Maha Kudus, tetapi telah melintasi semua langit. Jabatan Kristus sebagai Imam Besar Agung nyata karena Ia telah menjadi pendoa syafaat bagi umt-Nya, bahkan telah membawa korban persembahan yang sempurna untuk pengampunan dosa, yakni diri-Nya sendiri.   
b.     Peraturan Kurban
Peraturan kurban diatur dengan teliti dalam kitab Imamat. Demikian juga peraturan kekudusan hidup kemasyarakatan Israel telah dengan tertib diatur dalam kitab ini. Dalam bahasa Ibrani, kitab Imamat disebut (vayichrach) secara literal dapat diartikan "Dan Ia telah memanggil", di samping kalimat tersebut merupakan kalimat pertama dalam kitab Imamat (Im. 1:1, dalam bahasa Indonesia "Tuhan memanggil ..."). Sebenarnya kalimat ini sekeligus merupakan inti berita kitab Imamat, yaitu panggilan dan perintah untuk menjadi kudus. Allah memanggil Israel untuk maksud kekudusan.
Beberapa hal penting yang perlu dipahami dalam pendekatan kitab Imamat nampak, sebagai berikut:
Pertama, maksud kitab Imamat adalah menyatakan kesucian Allah. Israel harus belajar mengenai kesucian Allah dalam tiga cara, yakni:
·         Peraturan kurban, yang mengandung kebenaran bahwa pembenaran hanya mungkin dialami melalui penumpahan darah kurban.
·         Penetapan hukum merupakan pedoman bagi watak dan kelakuan.
·         Kemutlakan kekudusan Allah ditegaskan dengan hukuman-hukuman bagi si pelanggar.
Kedua, nilai kitab Imamat untuk masa kini:
·         Menyatakan sifat Allah yang tidak berubah.
·         Mengandung prinsip-prinsip azasi hubungan Allah dengan manusia secara simbolik, terutama pentingnya pendamaian melalui kurban.   
·         Berisi hukum perdata dalam pemerintahan Theokrasi sebagai sumber peraturan hukum modern.
·         Ungkapan-ungkapan simbolik tersebut memang sudah banyak yang tergenapi dalam Perjanjian Baru. Namun, ada ungkapan-ungkapan simbolik yang belum tergenapi. Mis: Hari raya Grafirat (pendamaian) telah digenapi oleh Kristus sebagai Imam Besar Agung, yang telah masuk ke sorga, tetapi belum digenapi manakala Imam Besar keluar dari tempat Maha Kudus untuk mengampuni umat Israel, demikian juga Kristus belum datang kembali. Demikian juga mengenai bunyi nafiri (Kel. 23:16), hari raya pengumpulan hasil pada akhir tahun, tahun sabat, tahun yobel, dsb.
Ketiga, titik tolak kitab Imamat.
·         Ayat-ayat pertama kitab Imamat menggaris bawahi kebenaran bahwa Allah sudah bersekutu dengan umat-Nya dalam kemah pertemuan. Dan bukan lagi di gunung Sinai yang menakutkan. Allah telah diam di tengah-tengah umat-Nya an dan telah bersekutu dengan mereka. Kurban-kurban merupakan peneguhan hubungan Allah dengan umat-Nya.
·         Imamat merupakan bagian integral dari kitab Kejadian dan Keluaran. Dimana dalam kitab Kejadian: Jalan kelepasan anugerah Allah kepada manusia. Benih perempuan akan mematahkan dosa (proto evangelium). Kitab Keluaran: Perlengkapan Allah bagi kebutuhan rohani manusia. Kitab Imamat: Imam, kurban dan mezbah.
Sedangkan garis besar Kitab Imamat nampak sebagai berikut:
I.     Cara menghadap Tuhan (Im. 1-16).
A.     Kurban (psl. 1-7).
1.     Kurban bakaran (penyerahan, 1:1-7; 6:8-13).
2.     Kurban sajian (pelayanan, 2:1-16; 6:14-23).
3.     Kurban keselamatan (3:1-17; 7:11-38).
4.     Kurban penghapus dosa (4:1-5; 6:24-30).
5.     Kurban penebus salah (5:14-6:7; 7:1-10).
B.     Para Imam
1.     Pentahbisan Harun (psl. 8).
2.     Pentahbisan Kemah Suci (psl. 9).
3.     Dosa Nadab dan Abihu (psl. 10).
C.     Kesucian
1.     Makanan halal dan haram (psl. 11).
2.     Penyucian sesudah melahirkan (psl. 12).
3.     Penyucian penyakit kusta (psl. 13-14).
4.     Penyucian tubuh (psl. 15).
5.     Hari raya pendamaian (psl. Psl. 16).
II.    Penyucian Umat Allah (Im. 17:27).
A.     Hukum penyucian bagi rakyat (psl. 17-20).
1.     Kesucian makanan (psl. 17).
2.     Kekudusan Perkawinan (psl. 18).
3.     Kudusnya hidup (psl. 19).
4.     Kudusnya umat Tuhan (psl. 20)
B.     Hukum Penyucian bagi imam (psl. 21-22)
C.     Hukum tentang hari raya (psl. 23).
1.     Hari ketujuh (23:1-3).
2.     Hari raya paskah (23:4-14)
3.     Hari raya pentakosta (23:15-25)
4.     Hari raya meniup serunai (23:23-25).
5.     Hari raya pendamaian (23:26-32).
6.     Hari raya pondok daun (23:33-34).
D.    Hukum setelah menempati tanah perjanjian (psl. 24-27).
1.     Lampu suci, roti suci, nama Tuhan suci (psl. 24).
2.     Tahun sabat (25:1-7).
3.     Tahun Yobel (kesukaan, 25:8-55).
4.     Berkat dan kutuk (psl. 26).
5.     Tambahan tentang nazar ( psl. 27).
Beberapa catatan penting perihal arti dasar kurban Israel dicatat oleh Dyrness, sebagai berikut:
Ibadah kurban Israel secara hakiki pemahamannya nampak dalam bahasa Ibrani "kipper" yang biasanya diterjemahkan 'mendamaikan' atau 'menutupi' (Im. 1:4). Demikian juga kata benda 'koper' yang bisa diartikan 'harga tebusan' menunjuk kepada proses penebusan atau pendamaian dengan membayar sejumlah uang upeti. Sesuai dengan konteks dalam Im. 17:11, kurban penebusan senantiasa dipahami adanya unsur anugerah dalam pendamaian mengingat secara fakta kurban senantiasa memiliki nilai lebih rendah dari pendamaian yang diberikan Allah. Sedangkan dua unsur penting dalam sistem ibadah kurban nampak sebagai berikut:
Pertama, si pembawa kurban meletakkan tangannya di atas kepala kurban sebagai ekspresi merendahkan diri sekaligus melambangkan doa sebagai permohonan si pembawa kurban agar hubungan pribadi dengan Allah dipulihkan.
Kedua, ada makna perlihan dari yang cemar kepada yang tahir, yang kedua menunjuk kepada pihak Allah yang membuat / menganggap orang mempersembahkan memenuhi syarat untuk menghampirinya.
a)    Korban bakaran. Korban bakaran (Ibr:"ola"), arti dasar kata tersebut adalah 'naik ke atas', 'membawa ke atas'. Sebagai korban api-apian yang baunya menyukakan hati Tuhan (Im. 1:9). Kurban bakaran ini berupa lembu jantan, domba jantan (Im. 1:2). Ul. 33:10 juga menyebut kurban yang terbakar habis seluruhnya. Sesuai dengan makna kurban, persyaratan kurban ini adalah kurban harus terbakar habis dan imam bertugas menjaga api tetap menyala (6:8-13). Dalam berbagai kasus kurban ini mengandung subtitusi, dimana nyawa pembawa kurban telah digantikan dengan darah (sebagai lambang kehidupan) kurban, dan makna dedikasi kepada Allah. Jelas terlihat konsep "penebusan/pengganti", dimana frase ''mengadakan pendamaian'' (Im. 1:4) secara literal dapat diterjemahkan "untuk menutupi". Tipologi ini akan nampak lebih jelas dalam karya pengorbanan Kristus yang merupakan kurban penebusan / pengganti (Ibr. 10:1-4).
b)    Korban sajian. Kata Ibr. "minha" diartikan 'memberi' merupakan ekspresi pemberian kepada seorang raja sebagai rasa hormat (tribute), bisa juga adalam arti upeti yang berupa hasil bumi, merupakan hasil terbaik dari ladang yang dikerjakan. Korban sajian juga merupakan persembahan sebagian dari diri si pemberi korban yang merupakan pengganti dirinya. Merupaka perembahan yang berbau harum sebagai lambang doa dan hubunga yang erat dengan Allah. Korban sajian juga disebut kurban ingat-ingatan (Ibr: Azkara) yakni: gandum, anggur, minyak (Ul. 12:17) sebagai lambang ketergantungan hidup kepada Allah sebagai sumber kehidupan dan pemberi kebutuhan hidup (makanan) tiap-tiap hari.
c)     Korban keselamatan (Im. 3:1-17; 7:11-34). Istilah Korban keselamtan dari bahasa Ibr.'zabak' artinya 'korban' dan(shelamin), jamak dari shelem artinya 'damai' dari arti dasar "shalom" artinya 'damai'. Sesuai dengan maksudnya dalam bahasa Ibr, kurban in menekankan dua hal, yaitu: pertama, merupakan simbol "shalom". Kata "shalom" merupakan kata yang sangat penting dalam teologia PL. septuaginta menterjemahkan kata ini dengan tiga kata penting, yaitu: "sozo" (menyelamatkan), "eirene" (damai sejahtera), dan "teleios" (sempurna). Kata "shalom" dalam PL bisa diartikan 'reda dari pergolakkan', makna ini sering dipakai dalam kitab Raja-raja, misl.: I Raja 4:25, suatu keadaan yang sangat tenang secara politis, kemakmuran negeri dan rakyat yang merupakan karunia Allah, namun lebih jauh menggambarkan situasi komplit, harmonis, yakni suatu gagasan hidup penuh keterikatan persekutuan yang kuat satu dengan yang lain dan kelimmpahan yang penuh dengan jaminan. Secara teologis, hal ini menunjuk kepada aktivitas Allah dalam perjanjian-Nya (berit) dan buah dari pembenaran-Nya atas umat-Nya (Yes. 32:17). Dalam Bil. 6:24-26, Harun sebagai imam yang dipilih Allah adalah orang yang diberkati (barak), dilindungi (shamar), dan diperkenan Allah (hanan). Shalom juga secara kuat mengisyaratkan ketenangan "menuha", kedamaian "nuah", yang sjati yang bersifat eskatologis, yakni kedamaian sempurna melalui keturunan Daud  (1 Taw. 22:9-10), dalam arah inilah "shamol" diartikan "teleios" (sempurna, bnd. Ef. 2:14). Kurban keselamatan merupakan ekspresi dan pengharapan Israel terhadap kedamaian yang datang dari Allah. Kedua, yang menjadi karakteristik kurban keselamatan adalah sukacita umat Allah atas kehadiran-Nya dalam persekutuan umat-Nya.
d)    Korban penghapus dosa (Im. 4:1-5; 13; 6:24-30) dan kurban pengapus salah (Im. 7). Kurban penghapus dosa (Ibr. "ashem"), lebih menekankan penebusan kesalahan terhadap sesama, sedangkan kurban penghapus salah (Ibr. 'hatta't) menunjuk penebusan dosa/kesalahan terhadap Allah. Kedua kurban tersebut diperuntukkan/dipersembahkan bagi setiap orang dengan ketetapan yang juga disesuaikan dengan setiap orang. Penetapan kurban ini dimaksudkan agar setiap individu bertaggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian, setiap individu juga mengalami pengampunan dan hubungan yang harmonis dengan Allah.
e)    Beberapa pengajaran perihal kekudusan dalam hidup orang Israel (Im. 11, dst).
Searah dengan pemahaman kata "torah" dan arti dasar kekudusan Israel, maka kekudusan Israel dalam hal ini perilaku dan kebiasaan hidup sehari-hari (habituasi), demikian juga tentunya kehidupan moral dan kehidupan agamanya dinyatakan dengan jelas dalam Im. 19:2, "... kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus". Arti dasar kekudusan Israel adalah "dipisahkan" (qados) untuk Allah yang kudus (qados, 'yang kudus'). Dengan demikian, kekudusan Israel semata-mata berikaitan langsung dengan kekudusan Allah. Konsep kekudusan di dalam PL hanya ditujukan kepada Allah, manusia dan benda-benda, sedangkan tempat-tempat tidaklah memiliki nilai kekudusan dari benda itu sendiri, sebab segala ciptaan bersifat profan (sementara, duniawi). Pemahaman ini sama sekali bertentangan dengan hal kekudusan di luar bangsa Israel yang mengartikan kekudusan kepada hal-hal di dunia yang dianggap keramat.
Petunjuk hidup sehari-hari yang kudus merupakan penetapan Allah terhadap kehidupan bangsa Israel juga dimaksudkan agar Israel memiliki pola hidup yang berbeda-beda dengan bangsa-bangsa di sekitarnya yang tidak mengenal Allah. Hal tersebut secara jelas dinyatakan dan ditetapkan Allah sebagai tanda ketaatan dan memperlihatkan iman mereka secara nyata. Dalam periode Musa, cara hidup yang kudus ini ditekankan secara jelas, misalnya: perihal kekudusan makanan (psl. 11), perihal kekudusan tubuh (psl. 12-14:32), kekudusan rumah (psl. 17:1-9), kekudusan tingkah laku (psl. 15), larangan maka darah (17:10-16), perihal nazar (psl. 27), dll.
Demikian juga Allah menetapkan hari raya-hari raya kudus yang merupakan hari raya agama yang harus diperingati setahun sekali (psl. 23-24). Dalam naskah asli terdapat dua istilah untuk perayaan yakni: "choq" dan "mo'ed". "choq" (bentuk jamaknya: choggim) diartikan 'perayaan', sedangkan 'mo'ed' (bentuk jamaknya: moadim) diterjemahkan 'waktu-waktu perayaan'. "choq" dipakai untuk perayaan tidak tetap, sedangkan "mo'ed" untuk pertemuan kudus (23:4) bersifat perayaan tetap.
Pasal 23 mencatat daftar "mo'adim" yaitu masa yang telah ditetapkan. Tidak semua kata 'moadim' menjadi "choggim" (hari perayaan). Di bawah ini hanya terdapat 3 mo'adim yang menjadi choggim, yaitu: masa raya paskah (23:5-14), masa raya pentakosta (23:15-22), pertemuan kudus hari raya bunyi nafiri (23:23-25), pertemuan kudus hari raya pendamaian/grafirat (23:26-32), dan masa raya pondook daun (23:34). Hari raya Paskah dimulai setiap tanggal 14 bulan 1, sebagai peringatan atas peristiwa keluaran, domb apaskah dipotong pada petang hari dan dinikmati dan pada paginya (tgl. 15) masuk hari raya roti tidak beragi (gratir) selama 7 hari dan ditutup dengan peringatan sabat pada hari ke-7 dengan memotong kurban, setelah Sabath membawa persembahan berupa hasil pertama/panen pertama (Im. 23:10-11).
Perayaan Penthakosta dirayakan 50 hari setelah Sabath yang ke-7 dihitung dari mulai membawa panen I, dengan mempersembahkan unjukan roti sebagai tanda berakhirnya panen. Panen paskah merupakan berkat Allah, dan roti penthakosta sebagai wujud dari pemeliharaan Allah. Hari raya bunyi nafiri, hari raya pendamaian (27:23-44), dan hari raya pondok daun diperingati 3, 1/2 bulan setelah hari raya penthakosta, yakni tanggal 1 bulan 7. Bagi Israel, bulan ke-7 itu menjadi Sabbth pertama. Bunyi nafiri merupakan panggilan Allah agar orang Israel berkumpul untuk dua peristiwa besar, yaitu: pertama, hari pendamaian, diadakan pada tanggal 10, di mana Imam Besar masuk ke tempat Maha Kudus mengadakan pendamaian dengan Allah bagi segenap umat-Nya (Im. 23:26-32). Kedua, perayaan pondok daun (23:23-34) atau disebut "sukot" merupakan penghabisan panen dan kebaktian terakhir dalam tahun tersebut.
Pasal 25-27 menetapkan soal tanah dan syarat-syarat penduduk tanah Kanaan. Dua masa raya tahun yang berkala (Im. 25) diperintahkan mengadakan hari raya sabbath yang pertama bulan ke-7 (ay. 1-7), yang kedua, pada tahun ke-50 (ay. 8-22) juga disebut tahun Yobel. Kedua masa raya tersebut merupakan tahun perhentian dan tanah tidak ditanami, hasil dari tanah tersebut dinikmati sesama umat. Pada tahun Yobel, segala tanah dibebaskan dan setiap Israel kembali ke tanah leluhurnya (ay. 10). Masa raya ini juga dimaksudkan sebagai pengakuan bahwa tanah Kanaan adalah milik Allah dan bangsa Israel menempatinya hanya berdasarkan perjanjian Allah (at. 23). Ada kemungkinan bahwa masa raya tersebut juga menjadi semacam land reform pada setiap 50 tahun sebagai usaha pemerataan kekayaan. Kunci dari tahun Sabbath adalah "perhentian penuh", sedangkan kunci tahun Yobel adalah "kemerdekaan" bagi hamba, harta dan tanah.
Perjanjian yang menubuatkan datangnya berkat dan kutuk (Im. 26:1-13) adalah janji berkat atas kesetiaan, ayat 14-15: janji datangnya hukuman atas kesalahan terhadap segala ketetapan Allah (telah digenapi dengan peristiwa pembuangan pada jaman raja-raja).

0 komentar:

Post a Comment